Halaman

Minggu, 26 Juli 2020

anomali kenduri politik nusantara, setor muka vs berkat kursi


anomali kenduri politik nusantara, setor muka vs berkat kursi

Karena, sebab, berkat kata orang mudah berkata-kata. Tingkat kesulitan utama cukup mendasar yaitu tata cara merangkaian kata-kata menjadi kalimat bermakna. Mengandung suatu pengertian maksud yang dapat diterima semua akal sehat. Azupan gizi, nutrisi anak bangsa yang tak sesuai dengan sistem pencernaan. Membuat mereka mampu memproduk kata-kata tanpa proses akal sehat. Apalagi lewat sensor hati nurani, qolbu.

Peradilan atau sistem perhukuman nasional, barangsiapa cakap berkata-kata, ahli silat lidah tak bertulang tapi bercabang, mahir dialog-diskusi-debat bahkan lihai memutarbalikkan fakta. Pasal hukum terasa ketinggalan zaman plus kehabisan kata dan kalimat. Selain luwes, ternyata pasal hukum bisa apa saja dan sigap terima tawaran alias nego politik.

Makanya, sebelum acara dimulai, sudah sigap duduk manis. Ambil lokasi, posisi strategis. Dekat tuan rumah atau jaga jarak. Tampilan dibuat bak bukti kehadiran. Pendatang kemudian akan langsung tahu akan kepedulianya terhadap acara. Menghormati yang punya kerja. Jangan datang pas hidangan diedarkan.

Atau datang membuat gerombolan kawanan sendiri, sesama  ahli hisab, senasib bareng tukang celoteh, pengoceh. Teras rumah atau bawah tenda di jalan, menjadi favorit, ruang public. Bebas cuap, ucap asal berani malu. Abaikan tema, topik. Makin banyak nerocos akan dipandang mampu. Otomatis aklamasi akan ditunjuk selaku pemimpin kegiatan lingkungan.

Khalayak terbagi. Di dalam yang memang niat doa bareng. Sisanya, forum tanpa bentuk. Mulut paling sibuk membereskan jajanan pasar. Akhir kata, doa politik cukup membuat tuan rumah puas. Makin girang melihat animo pemilih sampai membludak di jalanan. Mereka termasuk koalisi uber berkat. Bukan berkah silaturahmi kewargaan.

Makanya, jika masih banyak atau ada kata-kata yang belum sempat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar