Halaman

Selasa, 07 Juli 2020

mewujud kompromi, solidaritas, toleransi mandiri sepihak


mewujud kompromi, solidaritas, toleransi mandiri sepihak

Amannya, angkat dan berangkat dari hasil cerdas politik politisi sipil. Tepatnya pakai hasil Perubahan Kedua UUD NRI 1945, tersurat pada:

Pasal 28E

(3)          Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Ruang publik, mimbar bebas bahkan media massa bebas ujaran. Berkat aruh budaya bangsa yang sudah tidak berkembang. Akhirnya nusantara bak manusia sedang lelap kebanyakan pantat. Pihak asing niat mewancarai langsung, bingung cari mana mulut, mana cangkem. Aneka dengungan suara tak pakai pembuka. Tak jelas pihak mana yang disasar.

Adonan gerakan aksi berserikat terasa heterogen dalam identitas, kepentingan maupun pasal terselubung. Yang dibutuhkan adalah pihak berpotensi selaku pelantang suara. Didapat pada pihak berciri endapan, sedimentasi rasa frustasi politik.

Konflik berserikat lebih disebabkan oleh dinamika politik elektoral skala lokal.  semacam pilkada yang apalagi serentak. Konflik sistem lain akibat adanya persaingan antar elite serikat berebut kendali atas basis akar rumput.

Ternyata panggung sandiwara politik nusantara, penuh kisah, sarat intrik dan konflik. Tidak sekedar kisah jasa kakek nenek moyangnya. Sekaligus juga melibatkan dendam, kebencian, agresi dan intimidasi. Secara tak langsung menjabarkan ketumpulan  hukum Negara. Bukti awal dimana moralitas publik mulai memudar.

Kian sulit membedakan mana “penumpang gelap” dengan mana “penumpang liar”. Mengaku diri pancasilais sejak dalam kandungan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar