Halaman

Selasa, 21 Juli 2020

parpol kawakan kehabisan akal robohkan, apalagi bangun negara


parpol kawakan kehabisan akal robohkan, apalagi bangun negara

Tak sekedar tak tahu untung. Ungkapan yang tepat antara lain disanak, diapiki malah njegog ,nyander, nyathék. Kalau masih terjadi di zaman sekarang adalah diuwongké malah saya ndadi. Malah memperlihatkan watak aslinya. Dihormati malah tambah gila hormat. Diberi kepercayaan malah kian gila jabatan, gila pangkat. Kian dilulu kian melaju tanpa malu.

Sejarah perpolitikkan nusantara tetap menempatkan secara aktual, faktual siapa, pihak mana yang menjadi pecundang. Selalu menjadi musuh rakyat. Meningkat kolaborasi, koalisi menjadi musuh dalam selimut alias haluan partai politik ngingu satru nglelemu mungsuh.

Modus dan model kendaraan politik penguasa tunggal Orde Baru menghasilkan rumusan: satu periode pas nikmat pantata, dua periode tanggung, kurang besar pantat,  akhirnya sampai enam periode kepalang tanggung, malah lengser keprabon.

Protokol politik sehat berbasis lelang jabatan progresif tarif liar, tanpa ambang bawah. Lewat kategori pesta demokrasi daripada Suharto. Pembiaran oleh tangan-tangan langit tak lain tak bukan, memberi hati kepada pihak yang kian buta hati, tuli hati. Memberi muka kepada kawanan penggemar cari muka, cari panggung. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar