parpol kawakan kehabisan akal robohkan, apalagi bangun
negara
Tak sekedar tak tahu untung. Ungkapan yang tepat antara lain disanak,
diapiki malah njegog ,nyander, nyathék. Kalau masih terjadi di zaman
sekarang adalah diuwongké malah saya ndadi. Malah memperlihatkan watak aslinya.
Dihormati malah tambah gila hormat. Diberi kepercayaan malah kian gila jabatan,
gila pangkat. Kian dilulu kian melaju tanpa malu.
Sejarah perpolitikkan nusantara tetap menempatkan secara aktual, faktual
siapa, pihak mana yang menjadi pecundang. Selalu menjadi musuh rakyat. Meningkat
kolaborasi, koalisi menjadi musuh dalam selimut alias haluan partai politik ngingu satru
nglelemu mungsuh.
Modus dan model kendaraan politik penguasa tunggal Orde Baru menghasilkan
rumusan: satu periode pas nikmat pantata, dua periode tanggung, kurang besar
pantat, akhirnya sampai enam periode kepalang
tanggung, malah lengser keprabon.
Protokol politik sehat berbasis lelang jabatan progresif tarif liar, tanpa
ambang bawah. Lewat kategori pesta demokrasi daripada Suharto. Pembiaran oleh
tangan-tangan langit tak lain tak bukan, memberi hati kepada pihak yang kian
buta hati, tuli hati. Memberi muka kepada kawanan penggemar cari muka, cari
panggung. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar