Halaman

Kamis, 23 Juli 2020

otak diasah dengan aksi literasi, produk malah kian tumpul


otak diasah dengan aksi literasi, produk malah kian tumpul

Namanya bahasa tulis. Untuk menghasilkan kalimat sederhana ternyata butuh proses yang tak sederhana. Rumusan berbahasa secara beradab selaku cerminan potensi diri yang terpendam. Otodidak temukan perbahasaan, peribahasa, ungkapan, pepatah, adagium serta semaksud lainnya. Kekuatan plus data tarik menu dan sajian olah kata.

Paham bahasa agar diri ini tak terlena dengan produk kalimat yang terasa memikat. Bukan jalan pintas tapi jalan pantas memadukan bahasa dengan sastra. Karya tulis bentukan, wujudan sisi lain dari karya sastra. Karangan bebas pun justru sarat syarat. Bukan menulis celotehan, ocehan menjadi bahasa tulis. Bahasa gaul menambah kosakata, vokabuler, leksikon.

Derajat khusus, penguasaan kosakata bisa selaku indikator adab berbahasa di atas rata-rata. Kalimat yang terbentuk merupakan sinergi dari aneka ragam bahasa disiplin ilmu. Menyusun bahasa tulis pun butuh bukan sekedar ilmu. Utamakan praktik dengan membaca karya siapa pun. Sumber inspirasi bisa dikorek dari timbunan sampah penebar dan penabur berita sesat, fasik. Khususnya dari pihak ketiga lendati penganut agama langit tapi mampu memodifikasi ajaran kitab sucinya.

Bukan pada banyaknya pemirsa yang menjadi tolok ukur produk diminati. Pihak yang merasa diungkap, disingkap fakta manipulasi perwatakannya. Merasa tersindir, tertunjuk, terpojok. Komen, kritik jauh dari kandungan substansi, malah gunakan makian, bukti ada hal baru di balik ketumpulan produk. Kita diam mematung, justru ada pihak yang tersinggung. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar