hukum produk politik vs politik produk hukum rimba
Hukum atau dalil ekonomi berlaku bagi penjual koran eceran. Kian banyak
produk media cetak aneka versi, membuat pemirsa kian selektif. Kontributor,
tukang uber berita, mat kodak adu jeli membaca peluang dan kesempatan pasar.
Tidak halnya dengan penjual koran eceran. Jam jual utama saat orang haus
berita, kabar, info atau sekedar isi waktu. Harga jual koran sore menjadi
setengah, separuh harga. Ada istilah, koran pagi terbit sore. Ada juga, selesai
dicetak langsung basi.
Kebijakan penjualan koras partai eceran. Jika tak laku tak bisa
dikembalikan. Doeloe, pakai sistem bagi untung sesuai tiras terjual. Model komisi.
Sekarang, modal 25 koran, laku 20 merugi. Laju kemanfaatan TIK membuat berita,
perkara sebelum kejadian sudah bisa disimak pemirsa. Satu kejadian dengan aneka
pemberitaan. Salah sebut nama, salah ketik, salah sumber, salah cetak, salah
tayang plus aneka kesalahan manusiwai. Tak masalah selama tak membeberkan
keburukan pihak tertentu.
Aturan main sesuai kode etik jurnalistik, kendali mutu oleh dewan pers atau
bebas ekspresi menjadi kehidupan bernegara. Adalah skema pinjaman lunak untuk
melunakkan nasonalisme yang memang kian melunak dari segala aspek kehidupan.
Globalisasi dan transnasionalisasi menciptakan fundamentalisme pasar bebas
dunia. Terasa nyata mewujud menjadi
ideologi dominan. Pasca perang dingin yang menyisakan hégemoni negara
super-raksasa. Kepentingan pasar bebas dunia mendorong pelaksanaan program
kegiatan adaptif.
Posisi atau nilai tawar nusantara, antara laku “lelang otak manusia
nusantara yang berjalan tegak” dengan “lelang mulut manusia nusantara yang
serba cakap”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar