Halaman

Minggu, 12 Juli 2020

hukum produk politik vs politik produk hukum rimba


hukum produk politik vs politik produk hukum rimba

Hukum atau dalil ekonomi berlaku bagi penjual koran eceran. Kian banyak produk media cetak aneka versi, membuat pemirsa kian selektif. Kontributor, tukang uber berita, mat kodak adu jeli membaca peluang dan kesempatan pasar.

Tidak halnya dengan penjual koran eceran. Jam jual utama saat orang haus berita, kabar, info atau sekedar isi waktu. Harga jual koran sore menjadi setengah, separuh harga. Ada istilah, koran pagi terbit sore. Ada juga, selesai dicetak langsung basi.

Kebijakan penjualan koras partai eceran. Jika tak laku tak bisa dikembalikan. Doeloe, pakai sistem bagi untung sesuai tiras terjual. Model komisi. Sekarang, modal 25 koran, laku 20 merugi. Laju kemanfaatan TIK membuat berita, perkara sebelum kejadian sudah bisa disimak pemirsa. Satu kejadian dengan aneka pemberitaan. Salah sebut nama, salah ketik, salah sumber, salah cetak, salah tayang plus aneka kesalahan manusiwai. Tak masalah selama tak membeberkan keburukan pihak tertentu.

Aturan main sesuai kode etik jurnalistik, kendali mutu oleh dewan pers atau bebas ekspresi menjadi kehidupan bernegara. Adalah skema pinjaman lunak untuk melunakkan nasonalisme yang memang kian melunak dari segala aspek kehidupan.

Globalisasi dan transnasionalisasi menciptakan fundamentalisme pasar bebas dunia. Terasa  nyata mewujud menjadi ideologi dominan. Pasca perang dingin yang menyisakan hégemoni negara super-raksasa. Kepentingan pasar bebas dunia mendorong pelaksanaan program kegiatan adaptif.

Posisi atau nilai tawar nusantara, antara laku “lelang otak manusia nusantara yang berjalan tegak” dengan “lelang mulut manusia nusantara yang serba cakap”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar