anugerah gelar Mr. Crack
bagi presiden ke
Justru karena daya politik, cerdas ideologi yang mampu melepaskan diri dari
zonasi atau sangkar emas semu. Masuk laga dunia dengan modal iptek plus imtaq. Karier
politik tak wajib jadi ketua umum maupun kader warisan kursi. Sebutan dimaksud
juga bukan dari antek lokal, bolo dupak, loyalis klimis, atau gelar kehormatan.
BJ Habibie dan Adab Berpolitik. “Bukan hanya meletakkan dasar tradisi
keilmuan dan pengembangan teknologi yang kokoh, BJ Habibie juga mengajarkan
banyak tentang adab berpolitik. . . . “
(“Terima Kasih Habibie”, Republika, Kamis 12 September 2019)
Padahal pendidikan polilitik, pengalaman politik, jam terbang sebagai
kawanan aktif atau kader parpol, trah anak cucu ideologis sampai hingar-bingar
bak petugas partai BJ Habibie jelas tidak memenuhi syarat. Pengalaman sebagai
pembantu presiden, wakil presiden dan presiden, berkat “buta politik”. Bisa
dikata otak politiknya tidak jalan. Akal, nalar, logika politiknya bisa-bisa
bisa tidak sebrilian, tak sejenius dirinya sebagai ahli pesawat terbang klas
dunia.
Humor Madura, BJ Habibie presidennya, berikutnya yang menggantikan,
melanjutkan.
Jangan lupa bahwasanya judul fokus pada kata, lema ‘retak’. Retak rambut, retak buaya . . . tanah retak di
musim kemarau. Retak, rekat, kerat menjadi fungsi praktik politik praktis
ateis.
Sesuai judul saja jangan luber melebar tanpa kendali mutu. Apakah tiap
presiden punya karya pe-retak-an. Atau ada indikasi potensial pelaku utama
karena jabatan. Selaku pemacu pemicu liwat kaki-tangan. modus pe-retak-an bisa cara
alus atau alusan.
Terasa salah satu episode teranyarkan adalah haluan idologi negara bebas
aliran paham. Mendaur ulang sejarah merasa dapat angin di balik agresi
covid-19. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar