Halaman

Minggu, 05 Juli 2020

anugerah gelar Mr. Crack bagi presiden ke


anugerah gelar Mr. Crack bagi presiden ke

Justru karena daya politik, cerdas ideologi yang mampu melepaskan diri dari zonasi atau sangkar emas semu. Masuk laga dunia dengan modal iptek plus imtaq. Karier politik tak wajib jadi ketua umum maupun kader warisan kursi. Sebutan dimaksud juga bukan dari antek lokal, bolo dupak, loyalis klimis, atau gelar kehormatan.

BJ Habibie dan Adab Berpolitik. “Bukan hanya meletakkan dasar tradisi keilmuan dan pengembangan teknologi yang kokoh, BJ Habibie juga mengajarkan banyak tentang adab berpolitik.  . . . “ (“Terima Kasih Habibie”, Republika, Kamis 12 September 2019)

Padahal pendidikan polilitik, pengalaman politik, jam terbang sebagai kawanan aktif atau kader parpol, trah anak cucu ideologis sampai hingar-bingar bak petugas partai BJ Habibie jelas tidak memenuhi syarat. Pengalaman sebagai pembantu presiden, wakil presiden dan presiden, berkat “buta politik”. Bisa dikata otak politiknya tidak jalan. Akal, nalar, logika politiknya bisa-bisa bisa tidak sebrilian, tak sejenius dirinya sebagai ahli pesawat terbang klas dunia.

Humor Madura, BJ Habibie presidennya, berikutnya yang menggantikan, melanjutkan.

Jangan lupa bahwasanya judul fokus pada kata, lema ‘retak’.  Retak rambut, retak buaya . . . tanah retak di musim kemarau. Retak, rekat, kerat menjadi fungsi praktik politik praktis ateis.

Sesuai judul saja jangan luber melebar tanpa kendali mutu. Apakah tiap presiden punya karya pe-retak-an. Atau ada indikasi potensial pelaku utama karena jabatan. Selaku pemacu pemicu liwat kaki-tangan. modus pe-retak-an bisa cara alus atau alusan.

Terasa salah satu episode teranyarkan adalah haluan idologi negara bebas aliran paham. Mendaur ulang sejarah merasa dapat angin di balik agresi covid-19. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar