antara budaya instan
dengan instansi berbudaya
Jangan begitulah, komen
standar pemirsa judul. Tinjauan kebahasaan, dibutuhkan wawasan luas tentang
persenyawaan. Nyatanya, antara generasibau kencur dengan generasi bau tanah,
merasa satu dalam ikatan celotehan, ocehan bebas bahasa baku, standar. Penggugah
kalimat pembangkit syhawat politik bukannya kurang ilmu. Masih kalah ilmu
dengan kawanan petugas partai yang sarat praktik.
Kesepahaman multipihak
tidak menjadi rujukan mulia koalisi partai politik pengaman penyelamat kursi masing-masing.
Pantat boleh beda, tapi biaya politik tetap sama. Lama sebentar biaya sama. Pakai
paket tahan lama, tiket terusan. Terpaksa mogok atau turun di tengah periode,
yang penting aman dari jangkauan hukum.
Kebijakan investasi di
kawasan konservasi politik, cagar budaya politik membenturkan diri dengan aneka
tantangan. Keputusan politik cenderung jangka pendek, sekali habis pakai kurang
peduli manfaat jangka panjang. Apalagi manfaat berkelanjutan antar periode.
Spesifikasi teknik
lembaga negara non-kabinet yang boros anggaran, boros energi, bisa dilebur. Utama
lembaga politik negara, agar penyelenggaran tampak cakap berpancasila. Mahir berpancasila
dibuktikan lewat tata pikir, pola tindak dan tutur kata.
Tak pakai lama plus tak
perlu mikir. Anak bangsa pribumi nusantara berketurunan, menghapus dikotomi
keuntungan jangka pendek (short-term objective) manusia ekonomi,
pengusaha politik, investor atau bandar politik pihak ketiga dengan keuntungan jangka
panjang (long-term objective) pengelolaan, pelestarian kawasan konservasi
politik, cagar budaya politik. Menjadi aset nasional dan mendapat pengakuan
global selaku situs warisan dunia.
Tersisa asa dan harapan
bahwa luas, fungsi dan manfaat jangka panjang lintas generasi kawasan konservasi
politik, cagar budaya politik dapat stabil berkelanjutan.[HaéN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar