Halaman

Jumat, 24 Juli 2020

antara budaya instan dengan instansi berbudaya


antara budaya instan dengan instansi berbudaya

Jangan begitulah, komen standar pemirsa judul. Tinjauan kebahasaan, dibutuhkan wawasan luas tentang persenyawaan. Nyatanya, antara generasibau kencur dengan generasi bau tanah, merasa satu dalam ikatan celotehan, ocehan bebas bahasa baku, standar. Penggugah kalimat pembangkit syhawat politik bukannya kurang ilmu. Masih kalah ilmu dengan kawanan petugas partai yang sarat praktik.

Kesepahaman multipihak tidak menjadi rujukan mulia koalisi partai politik pengaman penyelamat kursi masing-masing. Pantat boleh beda, tapi biaya politik tetap sama. Lama sebentar biaya sama. Pakai paket tahan lama, tiket terusan. Terpaksa mogok atau turun di tengah periode, yang penting aman dari jangkauan hukum.

Kebijakan investasi di kawasan konservasi politik, cagar budaya politik membenturkan diri dengan aneka tantangan. Keputusan politik cenderung jangka pendek, sekali habis pakai kurang peduli manfaat jangka panjang. Apalagi manfaat berkelanjutan antar periode.

Spesifikasi teknik lembaga negara non-kabinet yang boros anggaran, boros energi, bisa dilebur. Utama lembaga politik negara, agar penyelenggaran tampak cakap berpancasila. Mahir berpancasila dibuktikan lewat tata pikir, pola tindak dan tutur kata.

Tak pakai lama plus tak perlu mikir. Anak bangsa pribumi nusantara berketurunan, menghapus dikotomi keuntungan jangka pendek (short-term objective) manusia ekonomi, pengusaha politik, investor atau bandar politik pihak ketiga dengan keuntungan jangka panjang (long-term objective) pengelolaan, pelestarian kawasan konservasi politik, cagar budaya politik. Menjadi aset nasional dan mendapat pengakuan global selaku situs warisan dunia.

Tersisa asa dan harapan bahwa luas, fungsi dan manfaat jangka panjang lintas generasi kawasan konservasi politik, cagar budaya politik dapat stabil berkelanjutan.[HaéN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar