penumpang gelap vs
penumpang liar
Maksud terselubung, terang benderang, berlapis maupun tersurat, tersirat
masih kalah pamor dengan maksud politik. Ungkapan tersebut menjadi milik semua
disiplin ilmu, pakai tanda kutip atau tidak, tidak masalah. Pengguna ungkapan
agar tampak gagah, asal pakai. Tak kalah klas rendah dengan peolok-olok
politik.
Gambaran atas kondisi yang butuh kecerdasan pemirsa untuk ambil kesimpulan
awal. Bisa sama-sama terjebak pada proses pembiaran terjadinya dégénerasi. Mirip
penjajah Belanda. Kalau bangsa nusantara cerdas, dikwatirkan akan menuntut
kemerdekaan. Tepatnya ingin melenyapkan penjajah sampai ke akar-akarnya.
Anak bangsa merdeka nusantara, sengaja memposisikan diri jaga jarak aman. Lagak
lagu garang di kandang sendiri. Gaya pilih tanding. Itulah yang diharapkan
pihak pengendali mutu. Siapa pegang kendali generasi muda, sesuai pola
globalisasi. Soal petugas partai, urusan nanti. Kerja sama menjadi hubungan
setara antara penjajah dengan pihak terjajah.
Pergeseran, degradasi komunikasi antar generasi. Persiapan sejak dini ujaran
nista aneka kemasan. Plus ajaran melawan arus sesuai skenario global. Adat “kromo
inggil” dirasa sarat basa-basi yang tak sesuai tuntutan dan tantangan adab
global.
Akhirnya, beginilah jadinya jika mental anak jalanan, manusia bebas,
manusia bebal masuk lingkaran istana. Pergeseran simbol politik negara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar