meleset sedikit menjadi negara pancasila
Revolusi mental khusus penyelenggara negara segala strata, di atas kertas
butuh waktu satu periode. Belum mulai berdetak laju langsung selesai tanpa
penutupan. Ganti acara, atraksi, adegan
lawas yang tampak lebih memikat berdaya
nikmat tanpa ikatan resmi.
Kendati pemain menguasai panggung, tidak demam panggung. Tidak ada yang
canggung di semua lini. Sigap libas kaki lawan. Dalil saling menjagal dan
saling menjegal. Kalau pakai rasa tega, kursi incaran keburu jatuh ke tangan
lawan. Andalkan jurus tenaga dalam lokal kurang manjur. Tak ada nista pakai
tenaga luar.
Serbuan pasar bebas dunia ditambah laju kemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi secara masif sadar sejarah generasi bau kencur terdegradasi. Estafet
kepemimpinan nasional bukan dengan mode regenerasi, malah pilah pilih modus degenereasi.
Generasi bau tanah dengan sadar diri melebur ke dalam aksi status quo. Gerakan
instrumental, temperamental, fundamental lanjut mentalitas kawula vs mentalitas
priyayi.
Anomali cuaca politik 2020 efek sentimen negatif invasi, intervensi,
intimidasi, agresi Covid-19. Kejadian bencana politik tak merata di nusantara.
Karhutla masuk agenda langganan kegiatan manusia ramah lingkungan. Sistem
pangan teruji. Kemandirian pangan pakai alternatif subsidi silang. Perdagangan
antar daerah. Kebijakan sehari tanpa nasi.
Praktik lapangan demokrasi multipartai berbasis masyarakat sipil, mengacu pada konsep
3R: Reduce (mengurangi), Reuse (menggunakan kembali) dan Recycle
(daur ulang). Landasan idiil, haluan partai politik gurem sampai melek-merem
sama yaitu Pancasila. Ideologi oplosan, kanibal, komprador lebih membuat nyaman
parpol pra-proklamsi.
Penjabaran liwat AD dan ART sesuai kebijakan pemrakrasa, pendiri, donatur.
Wewenang oknum ketua umum setara dengan presiden, kepala negara, kepala
pemerintahan. Menentukan nasib ‘petugas partai’. Wis keblinger tetep rumangsa
pinter. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar