dilema etika komunikasi politik, memutihkan dosa politik
vs menghitamkan sejarah bangsa
Panggung politik nasional menjadi ajang laga bebas tanpa aturan main, tanpa
wasit. Tak pakai batasan umur, gender, pendidikan formal apalagi rekam jejak
politik. Bebas klas partai. Ganda campuran, keroyokan sah-sah saja. Model kutu
loncat tidak dipersalahkan. Tidak ada klas pemula atau klas veteran. Semua
punya hak setara. Sempalan partai merasa laik tanding, tak perlu sungkan.
Tak ada ungkapan “satu ilmu, satu guru, jangan saling mengganggu”. Mirip dunia
sepak bola yang jarang diikuti timnas nusantara. Faktor jarak. Maksudnya jarak
klasifikasi, peringkat dunia. Lomba lari 100 mt pun sarat syarat. Selaku tuan
rumah, walau dapat jatah kontingen ekstra, tak serta merta boleh kirim pemain
klas kampung.
Sistem hukum partai politik nasional yang bersumber pada Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistem tersebut mengoplos
bebas aneka subsistem yaitu AD dan ART partai sudah lebih dari cukup. Isinya mencakup
haluan partai, buku suci partai, struktur partai, budaya partai, hukum dan
sanksi partai, pemegang hak prerogatif. Antar subsistem saling terkait, beririsan
dan saling silang.
Jika sejarah menyebutkan, membuktikan bahwasanya partai politik menjadi
sumber segala sumber bencana politik. Itulah yang dicari. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar