Halaman

Selasa, 14 Juli 2020

dilema etika komunikasi politik, memutihkan dosa politik vs menghitamkan sejarah bangsa


dilema etika komunikasi politik, memutihkan dosa politik vs menghitamkan sejarah bangsa

Panggung politik nasional menjadi ajang laga bebas tanpa aturan main, tanpa wasit. Tak pakai batasan umur, gender, pendidikan formal apalagi rekam jejak politik. Bebas klas partai. Ganda campuran, keroyokan sah-sah saja. Model kutu loncat tidak dipersalahkan. Tidak ada klas pemula atau klas veteran. Semua punya hak setara. Sempalan partai merasa laik tanding, tak perlu sungkan.

Tak ada ungkapan “satu ilmu, satu guru, jangan saling mengganggu”. Mirip dunia sepak bola yang jarang diikuti timnas nusantara. Faktor jarak. Maksudnya jarak klasifikasi, peringkat dunia. Lomba lari 100 mt pun sarat syarat. Selaku tuan rumah, walau dapat jatah kontingen ekstra, tak serta merta boleh kirim pemain klas kampung.

Sistem hukum partai politik nasional yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sistem tersebut mengoplos bebas aneka subsistem yaitu AD dan ART partai sudah lebih dari cukup. Isinya mencakup haluan partai, buku suci partai, struktur partai, budaya partai, hukum dan sanksi partai, pemegang hak prerogatif. Antar subsistem saling terkait, beririsan dan saling silang.

Jika sejarah menyebutkan, membuktikan bahwasanya partai politik menjadi sumber segala sumber bencana politik. Itulah yang dicari. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar