dilema
politik anggaran pertanian, swasembada pangan vs petani sejahtera
Disebutkan secara acak awam alami, bahwasanya
agar manfaat APBN sesuai peruntukkannya, secara tersurat maupun tersirat. Butuh
dukungan perkuatan daya saing ekonomi antar daerah, perkuatan infrastruktur
fisik dan sosial, serta pengendalian inflasi.
Dengan kata lain, sistem perkuatan
dimaksud menjadi modalitas moral skala moderat. Stabilitas politik nasional dan
kontribusi politik wakil rakyat menjadi terukur. Ruang juang antara kebijakan publik
dengan pejabat publik menjadi ajang adu kuat antar kepentingan. Sistem politik
nasional tanpa basis dan pijakan ideologi.
Kinerja pengandaan barang dan atau
jasa pangan nusantara, bukti dominasi pasar bebas dunia. Nomenklatur pertanian
terlihat eksis. Bagian dari barisan pembantu presiden secara politis
periodeisasi , berwujud kementerian. Anggaran pendidikan mendukung ‘sekolah
tani’ segala strata. Otoritas, otonomi daerah berkorelasi dengan eksistensi
tanah-air untuk pertanian.
Sebutan pemangku kepentingan,
pengampu kepentingan secara yuridis formal, konstitusional kalah total dengan
pemegang otoritas secara de jure maupun de facto. Kabupaten /
kota secara historis selaku lumbung pangan nasional, secara historis pula akan
tergerus oleh daya jangkau manusia ekonomi atau pengusaha.
Akhirnya, setengah atau separuh
badan jalan umum dikuasai “raja jalanan” berlogo lambang alat kerja buruh-tani atau
buruh tani. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar