pilkada 2020 vs petugas
partai paruh waktu
Efektivitas, kemanfaatan
sebutan negara multipartai. Besar otoritas politik ketimbang demokrasi. Laku
penyimpangan syahwat, libido politik. Aroma irama dilakukan secara masal,
masif, aklamasi. Pelaku bak boneka pemuas, robot hidup sigap kendali mutu 24
jam. Otomatis didaulat lazim, lumrah, wajar asal sesuai skenario, konspirasi
global.
Eksistensi manusia
tunaideologi kian diminati. Pengeluaran partai tak sekedar biaya politik. Bebal
politik malah menjadi manusia unggul. Masing pihak pengguna aktif demokrasi
mempunyai modus tersendiri dalam mendapatkan, memanfaatkan, mempertahankan dan
merebut kembali demokrasi yang otoritas politik.
Praktik demokrasi
multipartai menjadi ajang laga multipihak. Pihak ketiga yang punya andil
memerahkan Merah-Putih. Lewat perpanjangan tangan pihak ketiga. Elite lokal,
orang kuat lokal, politisi dadakan, pengsuaha lokal, dinasti politik bahkan
alat negara karena lokalitasnya, tanggap peduli dengan daya tarik kursi
konstitusi. Merasa bisa, dibawa perasaan mati rasa, seolah hak prerogatif di
tangan kiri.
Tujuan akhir wujudan,
bentukan strategi politik jangka pendek adalah untuk mengusung kandidat, bakal
calon agar mendapat suara pemlih. Cerdas politik tidak sekedar mengandalkan
popularitas, elektabilitas atau sebutan petahana. Faktor lokalitas dan melek
politik pemilih tradisional, menjadi faktor penentu.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar