Halaman

Rabu, 08 April 2020

Untung tak dapat dihitung. Rugi tak dapat dibagi


Untung tak dapat dihitung. Rugi tak dapat dibagi

Bukan saduran, serapan maupun kompromi. Sekilas, judul seolah mau biacara soal ekonomi atau ikhwal biaya politik, ongkos perkara, efektivitas Rp,  mata rantai tarif jasa keuangan, risiko jual beli. Padahal mau bilang hukum keseimbangan. Karena rasa keadilan tidak bisa mengandalkan timbangan secara fisik. Setara di depan hukum.

Istilah tanggung renteng, efek domino, efek karambol maupun sebutan semaksud yang belum dibakukuan, dibukukan namun terlanjur dibekukan. Fenomena, wacana ‘ada uang, ada peluang’ sedikit banyak sebagai ilustrasi budaya tahu diri. Unsur kemanusia menjadikan apa saja menjadi netral atau gelap. Tergantung kesepakatan, kata sepakat, sepakat untuk tidak sepakat alias gaya bebas tak beraturan.

Menyimak fragmen kejadian luar biasa vs biaya ekonomi tinggi, maka daripada itu muncul klausul anggaran demokrasi. Pesta demokrasi daripada Soeharto, semangkin banyak peminat efek daripada negara multipartai.

Adalah biaya politik mengendalikan praktik demokrasi nusantara. Tak perlu heran bin takjub. Ambisi kawanan politisi sipil sekaliber petugas partai tahu apa itu nikmat kursi, nikmat dunia, nilai tukar kursi notonegoro. Pakai semboyan apapun, ujung-ujungnya biaya politik. Bedanya dengan negara maju sangat terasa. Bukti nyata nusantara mampu mempertahankan diri menjaga posisi sebagai negara berkembang. Berkembang setapak demi setapak.

Kerugian uang negara plus negara dirugikan tak bisa main banding, sanding, tanding dengan kisah sukses koruptor terjerat OTT, pengemplang pajak yang tak tertangkap jejak kakinya sampai serta jual beli kursi demokrasi. Demi dan untuk negara koq itung-itungan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar