Untung tak dapat
dihitung. Rugi tak dapat dibagi
Bukan saduran, serapan maupun kompromi. Sekilas,
judul seolah mau biacara soal ekonomi atau ikhwal biaya politik, ongkos perkara,
efektivitas Rp, mata rantai tarif jasa
keuangan, risiko jual beli. Padahal mau bilang hukum keseimbangan. Karena rasa
keadilan tidak bisa mengandalkan timbangan secara fisik. Setara di depan hukum.
Istilah tanggung renteng, efek domino, efek
karambol maupun sebutan semaksud yang belum dibakukuan, dibukukan namun terlanjur
dibekukan. Fenomena, wacana ‘ada uang, ada peluang’ sedikit banyak sebagai
ilustrasi budaya tahu diri. Unsur kemanusia menjadikan apa saja menjadi netral
atau gelap. Tergantung kesepakatan, kata sepakat, sepakat untuk tidak sepakat
alias gaya bebas tak beraturan.
Menyimak fragmen kejadian luar biasa vs biaya
ekonomi tinggi, maka daripada itu muncul klausul anggaran demokrasi. Pesta
demokrasi daripada Soeharto, semangkin banyak peminat efek daripada negara
multipartai.
Adalah biaya politik mengendalikan praktik
demokrasi nusantara. Tak perlu heran bin takjub. Ambisi kawanan politisi sipil
sekaliber petugas partai tahu apa itu nikmat kursi, nikmat dunia, nilai tukar
kursi notonegoro. Pakai semboyan apapun, ujung-ujungnya biaya politik. Bedanya
dengan negara maju sangat terasa. Bukti nyata nusantara mampu mempertahankan
diri menjaga posisi sebagai negara berkembang. Berkembang setapak demi setapak.
Kerugian uang negara plus negara dirugikan tak bisa
main banding, sanding, tanding dengan kisah sukses koruptor terjerat OTT,
pengemplang pajak yang tak tertangkap jejak kakinya sampai serta jual beli
kursi demokrasi. Demi dan untuk negara koq itung-itungan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar