Halaman

Senin, 13 April 2020

belum-belum sudah menyesali masa depan

belum-belum sudah menyesali masa depan

Jadi, perlu bulat tekad vs tekad bulat, siapa, pihak mana yang (merasa) wajib menangani generasi masa depan. Diserahkan ke alam. Jangan sampai malah menjadi generasi yang lemah segala aspek kehidupan. Menjadi anak mama sampai yang terbiasa disuapi. Sampai gedhè pun terbiasa dibisiki. Baru bertindak, action, bergeming setelah diiming-imingi. Bujuk rayu seklas apapun tak akan mempan. Jangan asal malah masuk tanggungan dan atau beban negara.

Metode penanganan cikal bakal generasi pemilik masa depan. Ingat akan pola memajukan seekor babi. Didorong pantatnya agar berkemajuan. Malah pasang kuda-kuda, jaga gengsi, tetap tegak di tempat. Merasa aman dan nyaman, dimana pun bumi dipijak, diinjak. Sebaliknya, ekor ditarik agar mundur selangkah. Karena ada penguasa mau liwat. Malah berniat maju selangkah. Agar tampak menonjol.

Perkuatan keluarga, rumah tangga, lingkungan hunian sudah menjadi bidang garap kawasan perumahan dan permukiman. Meloncat ke skema pendidikan politik. Sejak dini anak cucu ideologis sudah dicekoki bahan ajar politik. Bukan salah politik. Cuma daya dan gaya manusia politik selaku penyuka semua kursi.

Lain berita, cerita, beda derita. Manusia sebagai makhluk politik. Berlaku rumusan: besok siapa lagi yang akan dimakan. Kebutuhan dasar manusia politik, mulai dari mengambang tergantung sentimen pasar sampai skenario politik global sesuai konspirasi makro. Mirip nasib Golkar menjadi kendaraan politik penguasa tunggal Orde Baru.

Generasi pemilik masa depan cetakan utama gen manusia politik, produk unggul warga binaan pendidikan politik, jelas bukan masuk kategori penduduk kurang beruntung, masyarakat berpenghasilan rendah, rumah tangga miskin, keluarga pra-sejahtera, warga termarginalkan serta unecucated people, permanent underclass atau predikat lainnya sesuai permartabatan Pancasila.

Kisah sukses dunia manusia politik – bedakan dengan pejuang ideologi zaman doeloe – minimal yang masuk elit partai. Bingung membelanjakan uangnya. Semakin beruang semakin merasa miskin. Jadi, jalur politik membuat percepatan pembentukan generasi pewaris masa depan. Bangsa Indonesia merasa lega jika penerus praktikkan Pancasila, berada di tangan yang berhak.

Mau tak mau, berkat sentuhan tangan manusia politik, generasi pemilik, penerus, pewaris masa depan “siap menjadi apa saja”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar