demi, karena dan untuk
negara koq itung-itungan
Malah justru harus demkian. Kalau tidak, bisa
dianggap menyalahi kodrat, melawan hukum alam. Negara yang sudah ratusan tahun
merdeka, bahkan punya resep yang lebih canggih. Manusia politik nusantara sudah
tahu itu. Praktik demokrasi nusantara, jika di negara pasca berkembang, sudah
tahu apa itu seluk-beluk HAM.
Setiap hajat rakyat bernama pesta demokrasi
daripada Soeharto. Sambil berpolitik belajar politik secara manusiawi. Itu saja
sudah cukup. Tak perlu embel-embel malah membuka gémbél diri. Oleh karena itu
ramuan, adonan lokal politik nusantara masuk kategori “siapa saja bisa menjadi
apa saja”. Tak pakai lama. Bebas bisa pesan paket asal kantong kuat dan bebas
ongkir.
Grafik etape perjalanan nasib, karir anak manusia
tak selamanya mulus, lurus, datar. Pasang surut, kembang kempis, timbul
tenggelam bahkan maju mundur menjadi bumbu kehidupan. Pada saat kehidupan terasa
sempit, orang lebih menerima fakta, ulet, tahan, sabar dan menjadi pemacu pemicu.
Merapat ke atas setiap saat.
Walhasil, asumsi sejarah semakin meyakinkan bahwa
kelompok minoritas di NKRI bukan yang lemah, miskin, bodoh. Kalah jumlah tapi
menang kaya, kuat, kuasa. Minimal dengan faktor kaya finansial, keuangan,
ekonomi mampu menjadikan anak bangsa pribumi, sukabumi, kaum bumiputera,
putra-putri aseli daerah nusantara menjadi apa saja. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar