tua di jalan plus
tradisi religius tahunan
Ketupat
sebagai simbul silaturahmi, ikatan moral dan mental religi, saling memaafkan.
Karena dosa manusia ke manusia lainnya, agar kembali ke atau mulai angka “0”
(nol), harus minta maaf kepada ybs. Barulah Allah SWT akan mengampuni dosa
kita. Alhamdulillah.
Justru
dengan ada tradisi mudik, lebaran syawal maupun tahun baru, menjadi faktor
penentu kebijakan pemerintah. Program dan kegiatan stabilisasi jalan raya
maupun peningkatan jasa layanan moda angkutan.
Istilah
bahasa Jawa ‘dilajo’ artinya pergi ke suatu tempat dengan pola pergi pulang
dalam sehari. Tidak menginap. Beda dengan modus sopir truck antar provinsi. ‘Ngaso, mampir’, tersedia
jasa warung remang-remang.
Para
pencari nafkah, wanita karier atau sebutan semaksud. Tinggal di kota penyangga
ibukota negara, kerja di Jakarta. Jarak tempuh masih layak. Cuma waktu tempuh
dengan mobil pribadi maupun kendaraan umum, tak sebanding. Lebih cepat dengan
pemotor. Tak perlu heran jika parkir motor bertingkat di kementerian yang
menggarap jalan dan jembatan.
Budaya,
adat, tradisi mudik pulang-kampung semakin mewujudkan silaturahmi. Ingat
lingkungan tempat kelahiran. Kembali ke jati diri sebagai makhluk sosial.
Mempererat ukhuwah dan solidaritas sebagai anak bangsa yang merdeka.
Nglumpuké balung pisah,
pepatah Jawa yang berlaku nasional. Lebur tanpa ada batas kasta, strata
sosial, status ekonomi, warna polirik.
Saudara tetap saudara. Disinyalir, lebaran dorong perbaikan ekonomi. Pemacu dan
pemicu perputaran uang di daerah tujuan mudik.
Sisa
hidup untuk mencari modal pulang kampung akhirat. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar