lungguh
jégang saru dhéwé
Masih ingat tembang
akhir 1950-an. Diawali lagu daerah “siku cipang siku tapé”, lanjut dengan
judul. Penekanan pada judul betapa duduk jegang dianggap tidak pantas, tidak
sopan. Bisa dilakukaan saat duduk bersila atau duduk di bangku. Biasanya kaki
kanan diangkat, ditekuk.
Menurut pengakuan pelaku
tunggal, gaya duduk model peluk satu lutut atau lutut bebas, enak dan nyaman.
Tidak melanggar HAM. Apalagi dilengkapi dengan angop bebas, bersuara dan mulut
dibiarkan ngablak. Bebas sensor, bebas karantina.
Pasal berduduk dimaksud,
menjadi ciri komunitas pelanggan warung makan, kumpulan duduk ngobrol santai,
kelompok penggemar main kartu lesehan. Tiap daerah punya karakter dan malah
mengakrabkan sesama penduduk. Alasan medis, metode tadi bikin betah duduk
berlama-lama. Soal kaki kesemutan, lutut yang ditekuk bisa bergantian. Diobati
dengan selonjor, menggeliatkan badan plus buang gas bawah.
Alasan politis, daripada
ndodok ora ilok nang jagongan. Seperti kalah main. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar