Halaman

Sabtu, 04 April 2020

lungguh jégang saru dhéwé


lungguh jégang saru dhéwé

Masih ingat tembang akhir 1950-an. Diawali lagu daerah “siku cipang siku tapé”, lanjut dengan judul. Penekanan pada judul betapa duduk jegang dianggap tidak pantas, tidak sopan. Bisa dilakukaan saat duduk bersila atau duduk di bangku. Biasanya kaki kanan diangkat, ditekuk.

Menurut pengakuan pelaku tunggal, gaya duduk model peluk satu lutut atau lutut bebas, enak dan nyaman. Tidak melanggar HAM. Apalagi dilengkapi dengan angop bebas, bersuara dan mulut dibiarkan ngablak. Bebas sensor, bebas karantina.

Pasal berduduk dimaksud, menjadi ciri komunitas pelanggan warung makan, kumpulan duduk ngobrol santai, kelompok penggemar main kartu lesehan. Tiap daerah punya karakter dan malah mengakrabkan sesama penduduk. Alasan medis, metode tadi bikin betah duduk berlama-lama. Soal kaki kesemutan, lutut yang ditekuk bisa bergantian. Diobati dengan selonjor, menggeliatkan badan plus buang gas bawah.

Alasan politis, daripada ndodok ora ilok nang jagongan. Seperti kalah main. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar