Halaman

Selasa, 21 April 2020

daya olahkata menembus pasal dan batas berlapis


daya olahkata menembus pasal dan batas berlapis

Produk manusia dalam bentuk apa saja. Barang bekas berkualitas di tangan ahlinya bisa menjadi karya seni. Media massa non-mainstream mampu melahirkan “penulis” bebas martabat. Begitu mudah anak bangsa pribumi primit menjadi penganut; pengikut, pengekor ungkapan satu kata. Olok-olok politik bukti sejarah terdegradasinya nilai-nilai Pancasila.

Sistem panutan dari atas, istilah “salam Pancasila” kian membuktikan betapa kemoralan politik sudah sampai ambang batas, masuk zona merah. Ajang adu bahasa lisan menjadi tontonan semua umur. Model anak jalanan dikemas oleh kawanan pebisnis media layar kaca. Utamakan masukan Rp ketimbangan bina bangsa.

Pendidikan (politik) nasional pakai gaya replikasi, duplikasi kisah sukses kawanan politisi sipil. Masyarakat politik ASEAN sudah menembus pasar desa. Ramuan politik global tersaji molek sebagai menu harian warung tradisional berkerakyatan.

Pihak lain, bahwasanya sekalimat tulisan bisa menjerat diri. Menjadi bukti ringan yang tak meringankan niat baik seseorang yang layak disangka. Menjelma menjadi bukti sebaliknya. Tak pakai lama bermeja hijau. Berlaku hukum tanpa pengadilan, langsung getok di tempat. Habis perkara hemat biaya sidang.

Pengunaan satu data legal secara rombongan. Menyulitkan pemirsa untuk menentukan siapa yang beradab di antara kawanan beradab tanpa sebab musabab. Antara balik adab dengan beradab tak ada pasal pembeda. Samar atau disamarkan untuk menutupi fakta lapangan. Sajian berita yang enak-enak saja. Sesuai selera lidah penguasa atau pengusaha, penyedia jasa penabur penebar berita fasik. 

Kebencanaan sejak manusia pertama merdeka, laku bebas tanpa batas di muka bumi sesuai sinyalir malaikat. Klimaks kebrutalan, kebebalan manusia ketika mendustakan nabinya. Merekayasa silsilah nabi agar tampak keren plus memanipulasi ajarannya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar