Halaman

Rabu, 15 April 2020

residivis kambuhan vs politisi imbuhan


residivis kambuhan vs politisi imbuhan

Katanya, melakukan perubahan ternyata beda dengan berpolitik. Bentuk politik nusantara diterjemahkan sebagai penguasa. Perwujudan partai politik dianggap meyakinkan, sukses dunia jika sudah terbukti berhasil mencetak presiden dan atau wakil presiden.

Di strata daerah, eksistensi parpol di ajang pilkada tidak pakai muatan politis. Nilai ekonomis kursi kepala daerah sebagai faktor penentu. Koalisi parpol sesuai hukum jual-beli kursi. Siapa mau dijadikan apa. Kader parpol walau sudah berkeringat membesarkan partai, tidak otomatis laik laga. Elite lokal, orang kuat daerah, dinasti politik yang bicara.

Beberapa kali pilkada serentak, masih terjadi calon tunggal. Bukti di balik bukti, PR besar bak pencet jerawat betapa demokrasi nusantara. Negara multipartai tidak identik banyaknya politikus berklas. Bukannya tidak mampu mencetak kader melalui pembibitan sejak dini. Alumnus ‘sekolah politik’ bukan jaminan martabat.

Warga binaan pemasyarakatan, punya jam terbang tahu kehidupan 24 jam. Tanpa sertifikat yang memang sudah melekat. Dipoles secara politis, menjadi kader unggulan.

Indikator parpol ‘tidak sehat’, ditengarai oknum ketua umum seolah hanya bergilir ulang. Miris, pasca tidak menjabat, langsung masuk kotak sang dalang. Pakai judul olah kata 13 Oktober 2015 “prajurit tua tak akan mati vs politisi sipil tak akan puas sampai mati”.

Politisi sipil kambuhan, karbitan, orbitan; kader jenggot, kader tiban, kader titipan pun sampai posturnya bak mobil antik, kuno (bahkan sudah tidak diproduksi lagi) karena ramuan obat kuat politik merasa dirinya bak mobil generasi terkini. Siap tancap dan injak gas. Semanat sebagai sopir tua sudah tidak bisa menyesuaikan diri dengan spesifikasi kendaraan politik besutan mutakhir. Sopir tua mematut diri, memaksakan diri, mengira dirinya masih digdaya dengan ilmu masa lampaunya, mau memacu mobilnya dan mengebut di jalur politik bebas aktif, bebas hambatan sesama jenis.

Di panggung, industri dan syahwat politik, masih bersliweran politisi sipil yang tak mati-mati – walau bukan sebagai mayat hidup –  dan tak akan puas sampai mati. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar