Halaman

Senin, 27 April 2020

bukti ringan manusia memang



bukti ringan manusia memang

Kian manusia berakal akan secara sadar semakin terjebak oleh akalnya. Pada derajat tertentu, manusia dan atau orang diperbudak akalnya sendiri. Standar dan beban ganda merasa menjadi manusia unggul.

Adalah lidah manusia. Walau tak bercabang – tetap tak bertulang – mendominasi indra perasa. Wajar bin lazim, jika lidah sebagai alat bantu mulut untuk: bahasa lisan, tindak tutur, ragam ujaran, aneka ucap maupun model modus cuap. Ybs tak merasa. Tahunya hanya ‘buka mulut’ sesuai protokol kesehatan, asupan gizi dan suplemen rohani.

Namun, tak perlu disayangkan. Olah jiwa, tata jiwa, terapi jiwa anak bangsa pribumi yang ramah teknologi – khususnya TIK – semakin menambah kompleksitas duka bangsa. Vitalitas generasi ujung jari nusantara kelebihan energi kendali diri, bau kencur vs bau tanah. Menggunakan pendekatan sejarah kritis. Penggunaan teknologi anjuran dalam ujaran bebas di media massa non-mainstream, melipatkan keuntungan ganda yang lebih tinggi daripada teknologi literasi beradab.

Adalah watak asli vs akal sehat. Akal tidak sekedar simbol fungsi pembeda antara manusia dengan makhluk hidup lainnya ciptaan-Nya. Hakikat pada nilai, kadar, porsi réligiusitas. Akal diri saat mencerna ketauhidan. Akal mendasari keimanan. Kian anak bangsa pribumi nusantara berakal, banyak akal maka akan berbanding lurus dengan kekurangan akal sehatnya. Akal sehat dirawat dengan asupan gizi, pasokan vitamin religi.

Pemerintah merasa ringan beban karena ada kelompok umur yang mampu membuka peluang usaha merakyat, lapangan kerja murah meriah. Berbanding lurus dengan politikus beratribut penyelenggara negara, yang gemar makan uang negara. Pasal bersegera makan uang negara tanpa tunggu aba-aba dewan pengawas.

Tak salah kaprah, kalau anak bangsa tahunya politik karena tradisi keluarga, usaha produktif atau industry rumah tangga. Tak jauh-jauh dengan contoh keluarga alat negara, aparatur sipil negara. Melahirkan istilah klan, keluarga politik, dinasti politik, trah darah politik atau sebutan lainnya. Anak cucu ideologis menjadi kebanggaan semu perlu stimulus ramuan. Sehingga tak perlu sekolah politik.

Apa pun kebijakan partai. Faktor “U” (uang) bisa membuat orang yang “buta politik”, mulus dilantik jadi wakil rakyat dan /atau kepala daerah. Tersedia paket sekali pakai atau paket terusan. Modal partai politik dadakan mampu mengantarkan manusia ekonomi langsung masuk barisan pembantu presiden. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar