Halaman

Rabu, 08 April 2020

golongan manusia vs golongan orang


golongan manusia vs golongan orang

Paket bom waktu berantai peninggalan sistem pemerintahan daripada Orde Baru. sedarhana, masif, berkelanjutan. Paket istilah SARA alias Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan. Hasil rekakata Pangkopkamtib dengan tujuan uju coba terhadap semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kopkamtib selaku lembaga superbody, mengantongi daya libas sangat ampuh saat itu.

Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Penjelasan Pasal 46 UU 24/2009).

Yang dimaksud dengan “asas kebhinnekatunggalikaan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan mencerminkan kesatuan dalam keberagaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Penjelasan Pasal 2 huruf e, UU 24/2009).

Bukan sekedar masalah bahasa, ketika istilah antar golongan dijadikan satu-kesatuan yaitu antargolongan. Mau tak mau, istilah ‘keberagaman’ enak dijadikan obyek penalaran. Manusia dan atau orang, sebegitunyakah seberapakah unsur utama yang menjadikan beda. Mulai dari definisi universal sampai juluikan karena faktor nasib.

Status khalifah berbasis satuan makhluk sosial, bukan keindividuan, terjadi klasifikasi yang berdampak pada martabat, kodrat manusia dan atau orang. Keragaman horisontal atau diferensiasi sosial, masih lumayan imbang pro dan kontranya. Masih manusiawi untuk memudahkan urusan hidup. Nasib manusia di tangan manusia lainnya.

Lain pasal dengan stratifikasi sosial alias keragaman vertikal. Antar .manusia bisa beda dan memang beda, tapi jangan dipertajam. Soal ada kasta pada agama bumi, itu HAM universal kiranya. Untung tak dapat dihitung. Rugi tak dapat dibagi. Kehidupan manusia bermasyarakat diperlukan tata aturan yang disebut pranata sosial. Kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara melahirkan partai politik. Pemirsa berharap muncul pranata politik (bukan bagi-bagi kursi penyelenggara negara).

Pranata sosial berbahan baku aneka norma yang berlangsung di masyarakat. Pranata politik bentuk nyata, wujud praktik hukum rimba politik nusantara. Asal konstitusional, modus apa pun menjadi legal. Penyebab pertama dan utama konflik sosial sudah dilegalitas adalah politik.

Sejarah berulang untuk mendapatkan nilai pantas. Sebutam ‘generasi penerus bangsa’ dirasa menjadi beban negara. Agar pendayagunaan uang negara tepat serba tepat, terjadilah rumusan politik pewarisan, pelestarian kekuasaan bernegara ke anak keturunan.

Terbukti efektif penganekaragaman kursi notonegoro melibatkan semua komponen lokal penyelenggara negara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar