generasi dirumahkan, menapak tanah
vs bau tanah
Salah satu komponen budaya yang tak
lapuk oleh zaman, tak usang oleh waktu, terdapat pada hampir semua kebudayaan
suku-suku bangsa di Indonesia adalah upacara tradisional. Kapan bayi mulai
menapak, injak tanah alias tedhak siten, mudun lemah. Sampai adat memuliakan manusia dan
atau orang nusantara yang sudah bau
tanah.
Singkat kata. Pencari nafkah, wanita
karier, pekerja/buruh atau karena profesi bisa berangkat jelang pagi pulang
pasca petang, malam hari. Berangkat gelap pulang gelap. Di jalan jarang jumpa
sinar matahari. Rumah tinggal hanya untuk menumpang tidur. Kalau pulang cepat,
bisa dianggap sakit, guru rapat.
Bagaimana kehidupan alat negara
tentang perumahan. Menjadi episode tersendiri, khusus plus tak berkesudahan. Karier
identik dengan perpindahan tempat tinggal. Bersama dengan keluarga atau tidak,
menjadi bumbu kehidupan. Konsekuensi logis berjodoh, menjadi keluarga keamanan
dan atau pertahanan negara.
Pandemi covid-19 berimbas pada semua
aspek penghidupan bangsa dan negara. Jaga sehat diri dan keluarga dengan pola
dirumahkan. Rumah menjadi multifungsi, minimal sesuai peruntukkannya. Sigap 24
jam. Siklus, sirkulasi kehidupan harian terasa lama dan menjemukan. Bergerak antar
kamar. Keluar rumah untuk keperluan yang penting.
Kelahiran penghuni baru, disambut
ala kadarnya. Bisa-bisa lahir di rumah. Kepergian anggota keluarga ke perisitirahatan
terakhir. Bisa-bisa meninggal di rumah. Diproses secara sederhana dan tidak
pakai lama. Tidak ada doa bareng. Apalagi sampai 3 hari berturut-turut.
Sifat ketradisionalan menggugah
sifat dasar kemanusiaan, bagaimana merawat, meruwat bumi beserta langit sebagai
sistem, satu kesatuan tanah-air. Jika Ibu Pertiwi terusik. Dampak nyata pada
rasa gusar penguasa langit. Fenomena seperti
aneka penyakit ringan, badai, curah hujan tinggi, anomali musim
menentukan program/kegiatan pembangunan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar