Halaman

Rabu, 29 April 2020

generasi dirumahkan, menapak tanah vs bau tanah


generasi dirumahkan, menapak tanah vs bau tanah

Salah satu komponen budaya yang tak lapuk oleh zaman, tak usang oleh waktu, terdapat pada hampir semua kebudayaan suku-suku bangsa di Indonesia adalah upacara tradisional. Kapan bayi mulai menapak, injak tanah alias tedhak siten, mudun lemah. Sampai adat memuliakan manusia dan atau orang  nusantara yang sudah bau tanah.

Singkat kata. Pencari nafkah, wanita karier, pekerja/buruh atau karena profesi bisa berangkat jelang pagi pulang pasca petang, malam hari. Berangkat gelap pulang gelap. Di jalan jarang jumpa sinar matahari. Rumah tinggal hanya untuk menumpang tidur. Kalau pulang cepat, bisa dianggap sakit, guru rapat.

Bagaimana kehidupan alat negara tentang perumahan. Menjadi episode tersendiri, khusus plus tak berkesudahan. Karier identik dengan perpindahan tempat tinggal. Bersama dengan keluarga atau tidak, menjadi bumbu kehidupan. Konsekuensi logis berjodoh, menjadi keluarga keamanan dan atau pertahanan negara.

Pandemi covid-19 berimbas pada semua aspek penghidupan bangsa dan negara. Jaga sehat diri dan keluarga dengan pola dirumahkan. Rumah menjadi multifungsi, minimal sesuai peruntukkannya. Sigap 24 jam. Siklus, sirkulasi kehidupan harian terasa lama dan menjemukan. Bergerak antar kamar. Keluar rumah untuk keperluan yang penting.

Kelahiran penghuni baru, disambut ala kadarnya. Bisa-bisa lahir di rumah. Kepergian anggota keluarga ke perisitirahatan terakhir. Bisa-bisa meninggal di rumah. Diproses secara sederhana dan tidak pakai lama. Tidak ada doa bareng. Apalagi sampai 3 hari berturut-turut.

Sifat ketradisionalan menggugah sifat dasar kemanusiaan, bagaimana merawat, meruwat bumi beserta langit sebagai sistem, satu kesatuan tanah-air. Jika Ibu Pertiwi terusik. Dampak nyata pada rasa gusar penguasa langit. Fenomena seperti  aneka penyakit ringan, badai, curah hujan tinggi, anomali musim menentukan program/kegiatan pembangunan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar