Halaman

Jumat, 10 April 2020

resep politik nusantara (malah) memacu dan memicu


resep politik nusantara (malah) memacu dan memicu

Persatuan Indonesia dirangkaikan, direkatkan secara dinamis oleh jati diri bahasa daerah. Profesi humoris-causa bisa awet antar studio dan atau stasiun siaran layar kaca, akibat mengolah bahasa daerah menjadi bahan baku pengocok perut.

Kejawaan manusia wong Jawa bisa kasat mata liwat bahasa tutur maupun bahasa tubuh. Keluarga menjadi sekolah, madrasah pertama dan utama membentuk manusia didik. Piwulang pada konsep hidup  Jawa Klasik didominasi orientasi praktik pendidikan moral atau pendidikan budi pekerti. Penguasaan moral, karakter. akhlak secara normatif maupun khususnya religiusitas, akan meringankan pembentukan mental anak bangsa.

Bagaimana, dengan cara apa mengisi kemerdekaan ini. Rasanya, sejak Proklamator yang juga presiden pertama RI sampai presiden ketujuh RI. Banyak pihak yang justru mungkin tidak berhak, malah paling banyak mendapatkan ruang, kapling, maupun peluang, kesempatan. Pakai lema ‘malah’ menimbulkan multitafsir. Itu yang diharapkan dari pemirsa.

Memudahkan alur olah kata, pakai gaya filosofi kejawen. Jika seseorang membawa lilin menyala di tangannya, apakah bisa memasuki ruang gelap. Langsung tanpa proses akal, satu kata: “bisa!”. Nada mencemooh, meremehkan termasuk rasa bangga mampu menjawab lantang. Kalau perlu dilengkapi bahasa tubuh.

Akhirnya, aktivitas “mengisi kemerdekaan” menjadi PR harian. Ingat pakem berbudi bawa leksana acap diikuti dengan ungkapan “sabda brahmana raja, tan kena wola-wali” artinya, segala ucapan mengandung janji, yang telah terucap, tercuap, terujar bebas oleh sang raja (pemimpin) tidak boleh diulang-ulang. Atau dipakai sebagai penguat, pemanis bak bumbu politik. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar