tipikor demi kepentingan
sistem
Mungkin bukan saat yang tepat untuk jajak pendapat, rapat
dengar pendapat. Pakai acara debat bebas martabat. Tipikor menjadi bagian
integral bencana politik yang diformat oleh manusia (manmade disaster)
secara dinamis, fleksibel, masif dan berepisode. Korban bukan saja menimpa manusia
dan masyarakat, nilai kemanusiaan tetapi juga bangsa. Ambang bawah modus
tipikor efek domino, efek karambol dari praktik demokrasi berupa intervensi, intimidasi.
Praktik demokrasi tak bisa lepas dari sistem
pemerintahan, tergantung sistem negara multipartai serta faktor tak terduga. Kontrak
politik transaksional menentukan jalannya periode pemerintahan. Biaya politik
progresif malah memacu memicu minat cikal bakal mematut diri merasa laik laga
2024. Manakala terbukti sistem pemilu atau pesta demokrasi tak menambah bursa
efek jera tipikor.
Demokrasi perwakilan vs demokrasi tanpa perantara. Ingat “dalil demokrasi nusantara, si gèdhèg
lan si anthuk vs pemufakatan jahat”. Sejauh iseng, penulis belum secara
tak sengaja melihat rumusan “pemufakatan jahat”. Apa karena masuk ranah
‘penyakit politik’, efek domino kejahatan politik yang masuk kategori ‘dipelihara
oleh negara’. Sang legislator dan atau usulan pemerintah, sama-sama jaga
wibawa.
Sebagian judul, memang diambil dari Paribasan Jawa, begini tulisannya : si
gèdhèg lan si anthuk. Maksud niat arti adalah, wong loro kang wis padha
kangsèn tumindak ala bebarengan; wong-wong sing padha sekongkol.
Makna peribahasa memakai bahasa Jawa dimaksud, tentu tak ada hubungan
dengan pasal, dalil “pemufakatan jahat”. Beda pada pelaku. Pelakunya bukan
person, atau orang sebagai individu. Tingkat sekongkol sudah sedemikian
canggih. Pasal hukum buatan manusia bisa kalah selangkah. Kejahatan terselubung
klas berat, tingkat tinggi yang susah diungkap. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar