Halaman

Minggu, 19 April 2020

tipikor demi kepentingan sistem


tipikor demi kepentingan sistem

Mungkin bukan saat yang tepat untuk jajak pendapat, rapat dengar pendapat. Pakai acara debat bebas martabat. Tipikor menjadi bagian integral bencana politik yang diformat oleh manusia (manmade disaster) secara dinamis, fleksibel, masif dan berepisode. Korban bukan saja menimpa manusia dan masyarakat, nilai kemanusiaan tetapi juga bangsa. Ambang bawah modus tipikor efek domino, efek karambol dari praktik demokrasi berupa intervensi, intimidasi.

Praktik demokrasi tak bisa lepas dari sistem pemerintahan, tergantung sistem negara multipartai serta faktor tak terduga. Kontrak politik transaksional menentukan jalannya periode pemerintahan. Biaya politik progresif malah memacu memicu minat cikal bakal mematut diri merasa laik laga 2024. Manakala terbukti sistem pemilu atau pesta demokrasi tak menambah bursa efek jera tipikor.

Demokrasi perwakilan vs demokrasi tanpa perantara. Ingat “dalil demokrasi nusantara, si gèdhèg lan si anthuk vs pemufakatan jahat”. Sejauh iseng, penulis belum secara tak sengaja melihat rumusan “pemufakatan jahat”. Apa karena masuk ranah ‘penyakit politik’, efek domino kejahatan politik yang masuk kategori ‘dipelihara oleh negara’. Sang legislator dan atau usulan pemerintah, sama-sama jaga wibawa.

Sebagian judul, memang diambil dari Paribasan Jawa, begini tulisannya : si gèdhèg lan si anthuk. Maksud niat arti adalah, wong loro kang wis padha kangsèn tumindak ala bebarengan; wong-wong sing padha sekongkol.

Makna peribahasa memakai bahasa Jawa dimaksud, tentu tak ada hubungan dengan pasal, dalil “pemufakatan jahat”. Beda pada pelaku. Pelakunya bukan person, atau orang sebagai individu. Tingkat sekongkol sudah sedemikian canggih. Pasal hukum buatan manusia bisa kalah selangkah. Kejahatan terselubung klas berat, tingkat tinggi yang susah diungkap. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar