Halaman

Senin, 06 April 2020

2x peluang emas terwujudnya sebesar-besar kemakmuran rakyat

2x peluang emas terwujudnya sebesar-besar kemakmuran rakyat

Mirip laga bal-balan tarkam, alias antar kampung. Sedemikannya nasib manusia-politik terpa wabah ‘tarkam’ utawa sebentar-sebentar kambuh. Pengguna kursi aktif kontrak politik, duduk santai salah, duduk santun salah. Pergantian antar waktu, dalih penyegaran internal fraksi bagi wakil rakyat menjadi momok tersendiri.

Langsung ke rumusan sebesar-sebesar(nya) kemakmuran rakyat. Pertanyaan awal, awam, asal yaitu siap yang bertanggung jawab atas kejadian bawha rakyat makmur. Tolok ukur, indeks apa yang diterapkan. Mengadop dari negera tetangga atau terjemahan bebas dari Pancasila sesuai kadar nalar kawanan politisi sipil.

Bagaimana asal-muasal ada bunyi sunyi ‘sebesar-sebesar(nya) kemakmuran rakyat’. Agar supaya tak melenceng dari jalur protokol legalitas, simak alinea kedua Pembukaan (preambule) UUD NRI 1945, tersurat:

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Namun kiranya siapa nyana, semboyan ‘adil dan makmur’ susah digabungkan. Lema ‘adil’ masuk ranah hukum, makanya ada sebutan lembaga peradilan, pengadilan. Rumusan ‘keadilan sosial’ di alinea keempat Preambule hanya bukan sekedar pemantas, pengingat, pelengkap.

Betul. Lema ‘makmur’ bisa kasat mata. Masuk ranah ekonomi. Namun menjadi konsep politik karena berskala bangsa, negara. Harus berada di satu kendali gugus tugas sapu bersih, sikat habis peluang.

Berkat daya juang tanpa pamrih manusia-politik nusantara 1999-2002 dengan hasil antara lain Perubahan Ketiga UUD NRI 1945. Muncul 3 (telu) ayat baru pada Pasal 23. Terkait judul, simak ayat (1) saja, tersurat:

BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1)           Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Angin segar bak angin surga, yang mana dimana setiap tahun akan ada proses terwujudnya ‘sebebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pratanda macam-macam. Karena, oleh karena telah terjadi bukti nyata proses realisasi Pasal 33, ayat (3) UUD NRI 1945 tanpa mengalami perubahan atau amandemen.

Hanya saja, firasat para pendiri bangsa sudah memprediksi, memprakirakan tanpa pakai asas praduga tak besalah, akan terjadi ikhwal sebaliknya. Terlebih ada pihak yang merasa sebagai pewaris kursi notonegoro. Rakyat sekian waktu periode demi periode, tetap menjalankan wajib sadar akan status statsi plis wajib sabar dalam kesabaran selaku rakyat.

Agar tak main tebak bunyi pasal dimaksud. Tersurat nyata pada Pasal 33:
(3)      Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Nyata gila. Agar terwujud negara kuat maka daripada itu yang dibuat ‘kuat’ dalam arti makmur, utamakan mulai dari penyelenggara negara. Agar mereka bisa merasakan nikmat merdeka. Menjadi manusia merdeka dari penjajahan bangsa asing. Mana mungkin ‘perut kosong, kantong melompong, otak ndomblong’ mikirkan rakyat.

Apa yang dimaksud dengan penyelenggara negara, bukan substansial. Tetapi peran dan poisisi strategisnya. Pertama. Penyelenggara negara secara defacto menjadi inti lingkaran,  lingkaran utama, ring satu. Berikutnya melekat erat lingkar pelapis, ring kedua, pendukung utama terkena imbas balas jasa. Sampai yang hanya dapat koretan, ampas. Kedua. Secara internal penyelenggaran negara. Berupa lapis datar, 7 turunan plus tanjakan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar