2x peluang emas
terwujudnya sebesar-besar kemakmuran rakyat
Mirip laga bal-balan tarkam, alias antar kampung. Sedemikannya
nasib manusia-politik terpa wabah ‘tarkam’ utawa sebentar-sebentar kambuh. Pengguna
kursi aktif kontrak politik, duduk santai salah, duduk santun salah. Pergantian
antar waktu, dalih penyegaran internal fraksi bagi wakil rakyat menjadi momok
tersendiri.
Langsung ke rumusan sebesar-sebesar(nya) kemakmuran
rakyat. Pertanyaan awal, awam, asal yaitu siap yang bertanggung jawab atas
kejadian bawha rakyat makmur. Tolok ukur, indeks apa yang diterapkan. Mengadop dari
negera tetangga atau terjemahan bebas dari Pancasila sesuai kadar nalar kawanan
politisi sipil.
Bagaimana asal-muasal ada bunyi sunyi ‘sebesar-sebesar(nya)
kemakmuran rakyat’. Agar supaya tak melenceng dari jalur protokol legalitas,
simak alinea kedua Pembukaan (preambule) UUD NRI 1945, tersurat:
Dan perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Namun kiranya siapa nyana, semboyan ‘adil dan
makmur’ susah digabungkan. Lema ‘adil’ masuk ranah hukum, makanya ada sebutan
lembaga peradilan, pengadilan. Rumusan ‘keadilan sosial’ di alinea keempat
Preambule hanya bukan sekedar pemantas, pengingat, pelengkap.
Betul. Lema ‘makmur’ bisa kasat mata. Masuk ranah
ekonomi. Namun menjadi konsep politik karena berskala bangsa, negara. Harus berada
di satu kendali gugus tugas sapu bersih, sikat habis peluang.
Berkat daya juang tanpa pamrih manusia-politik nusantara
1999-2002 dengan hasil antara lain Perubahan Ketiga UUD NRI 1945. Muncul 3
(telu) ayat baru pada Pasal 23. Terkait judul, simak ayat (1) saja, tersurat:
BAB VIII
HAL KEUANGAN
Pasal 23
(1) Anggaran pendapatan dan
belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap
tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung
jawab untuk sebebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Angin segar bak angin surga, yang mana dimana setiap
tahun akan ada proses terwujudnya ‘sebebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pratanda
macam-macam. Karena, oleh karena telah terjadi bukti nyata proses realisasi
Pasal 33, ayat (3) UUD NRI 1945 tanpa mengalami perubahan atau amandemen.
Hanya saja, firasat para pendiri bangsa sudah
memprediksi, memprakirakan tanpa pakai asas praduga tak besalah, akan terjadi ikhwal
sebaliknya. Terlebih ada pihak yang merasa sebagai pewaris kursi notonegoro.
Rakyat sekian waktu periode demi periode, tetap menjalankan wajib sadar akan
status statsi plis wajib sabar dalam kesabaran selaku rakyat.
Agar tak main tebak bunyi pasal dimaksud. Tersurat nyata
pada Pasal 33:
(3)
Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Nyata gila. Agar terwujud negara kuat maka daripada
itu yang dibuat ‘kuat’ dalam arti makmur, utamakan mulai dari penyelenggara
negara. Agar mereka bisa merasakan nikmat merdeka. Menjadi manusia merdeka dari
penjajahan bangsa asing. Mana mungkin ‘perut kosong, kantong melompong, otak
ndomblong’ mikirkan rakyat.
Apa yang dimaksud dengan penyelenggara negara,
bukan substansial. Tetapi peran dan poisisi strategisnya. Pertama. Penyelenggara
negara secara defacto menjadi inti lingkaran, lingkaran utama, ring satu. Berikutnya melekat
erat lingkar pelapis, ring kedua, pendukung utama terkena imbas balas jasa. Sampai
yang hanya dapat koretan, ampas. Kedua. Secara internal penyelenggaran negara. Berupa
lapis datar, 7 turunan plus tanjakan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar