Halaman

Rabu, 29 April 2020

anomali adab nusantara, perubahan sosial vs peremajaan politik


anomali adab nusantara, perubahan sosial vs peremajaan politik

Bagaimana intrelasi, hubungan timbal balik antara sosial dengan politik. Secara formal berbangsa dan bernegara,  kita simak UU RI Nomor 7 tahun 2012 tentang Penangan Konflik Sosial. Agar tidak sekedar tahu saja merasa sudah tahu.  Perdalam simak pasal, lanjut ke:

Pasal 5
Konflik dapat bersumber dari:
a.            permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial budaya;
b.            perseteruan antarumat beragama dan/atau interumat beragama, antarsuku, dan antaretnis;
c.            sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan/atau provinsi;
d.            sengketa sumber daya alam antarmasyarakat dan/atau antarmasyarakat dengan pelaku usaha; atau
e.            distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam masyarakat.

Hanya terjadi di bumi Pancasila bahwasanya bangsa adalah akumulasi dari kaum, rumah tangga, keluarga maupun penduduk, warganegara, masyarakat, suku atau sebutan semaksud lainnya. Pasal lain menyuratkan plus menyiratkan predikat manusia sosial, manusia ekonnomi, manusia politik masuk narasi yuridis formal.

Banyak ahli dan ahlinya menguraikan apa itu ‘perubahan sosial’. Namanya uraian, malah ada yang semakin mengkusutkan agar tampak ilmiah. Minimal tampak sebagai hasil perenungan atau kesimpulan pengalaman hidup.

Setiap manusia dan atau orang penghuni, pemukim tanah-air nusantara. Asumsi pengalaman keluarga. Perubahan keluarga dirasakan mulai kelahiran anak pertama. Lanjut  pertambahan anggota keluarga, khususnya anak kandung. Tantangan dan kebutuhan zaman terasa sejalan pertumbuhan umur anak.

Evektivitas globalisasi dan pasar bebas dunia ternyata mampu merasuk sampai tatanan rumah tangga keluarga. Bumbu dapur yang bisa dipetik dari halaman rumah atau dibeli di pasar tradisional. Ternyata ada yang ‘rasa asing’ kualifikasi mutu impor.

Akhirnya, manusia diperbudak oleh barang/jasa buatannya sendiri. Gadget, produk unggulan TIK plus media massa mainstream dan sisanya. Menjadikan anak bau kencur cepat matang luar. Pihak lain, generasi bau tanah menua lambat merayap.

Standar moral Pancasila pada praktik demokrasi multipartai, lebih merefleksikan bahwa baik atau buruk;  benar atau salah; betul atau keliru; bagus atau buruk berdasarkan demokrasi adalah ditentukan suara terbanyak, mayoritas. Secara aklamasi, voting atau adu suara. Terlebih untuk kuasa politik. Bukan sesuai ketentuan agama, norma, tradisi moral yang berlaku di masyarakat. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar