obsesi gandrung sanjung
plus mendem gadung
Sistem kepartaian, rangkaian perpolitikan,
perjalanan panjang ide+logis, modus gerak bebas kawanan partai sejak zaman
pra-manusia. Laju peradaban berkemajuan, bukan revolusioner maupun évolusionér,
lebih ke pengulangan, repetitif, daur ulang. Tak begitu salah.
Ingat, betapa sila-sila Pancasila digali, diangkat,
dirangkai dari perikehidupan harian rakyat. Adab bertetangga yang merasakan
bahwa tetangga adalah saudara yang jumpa tiap hari. Rukun Tetangga (RT) atau
sebutan semaksud, kian membuktikan pondasi bangsa dan negara berupa rakyat. Praktik
demokrasi nusantara sudah sampai tahap memuliakan wakil rakyat. Ajang pemilu
untuk menjaring dan menyaring, memilah dan memilih rakyat yang laik menyuarakan
kebutuhan rakyat.
Di tangan ahlinya, politik menjadi kebajikan yang
dapat dikesampingkan demi kepentingan yang menentukan kepentingan. Negara multipartai
memberi peluang modus penjaring dan penyaring, pemilah dan pemilih pada pesta
demokrasi. Maksud gamblangnya, beda pilihan adalah lawan yang wajib dibenamkan.
Pernah kubilang, sepak terjang laik laga kawanan
politisi sipil bak asimilasi berkacamata kuda, saling adu jegal saling adu jagal di bawang tempurung lokal. Agama bumi saja
sedemikiannya mengajarkan untuk tidak saling membenci sebagai bentuk politisasi
SARA.
Akhirnya, biar tak bertele-tele olah katanya. Manusia
politik merasa kewajiban terhadap pihak pemberi kursi, mengalahkan asas bela
negara, dalil aku cinta bangsa. Merasa tidak akan mampu menjalankan kewajiban
kepada negara secara total 24 jam. Jika
merasa kurang memiliki bekal ilmu dan nilai kebenaran politik.
Betapa susahnya mencari kandidat RI-1 dan RI-2. Apalagi manusia politik bergelar
negarawan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar