Halaman

Jumat, 17 April 2020

obsesi gandrung sanjung plus mendem gadung


obsesi gandrung sanjung plus mendem gadung

Sistem kepartaian, rangkaian perpolitikan, perjalanan panjang ide+logis, modus gerak bebas kawanan partai sejak zaman pra-manusia. Laju peradaban berkemajuan, bukan revolusioner maupun évolusionér, lebih ke pengulangan, repetitif, daur ulang. Tak begitu salah.

Ingat, betapa sila-sila Pancasila digali, diangkat, dirangkai dari perikehidupan harian rakyat. Adab bertetangga yang merasakan bahwa tetangga adalah saudara yang jumpa tiap hari. Rukun Tetangga (RT) atau sebutan semaksud, kian membuktikan pondasi bangsa dan negara berupa rakyat. Praktik demokrasi nusantara sudah sampai tahap memuliakan wakil rakyat. Ajang pemilu untuk menjaring dan menyaring, memilah dan memilih rakyat yang laik menyuarakan kebutuhan rakyat.

Di tangan ahlinya, politik menjadi kebajikan yang dapat dikesampingkan demi kepentingan yang menentukan kepentingan. Negara multipartai memberi peluang modus penjaring dan penyaring, pemilah dan pemilih pada pesta demokrasi. Maksud gamblangnya, beda pilihan adalah lawan yang wajib dibenamkan.

Pernah kubilang, sepak terjang laik laga kawanan politisi sipil bak asimilasi berkacamata kuda, saling adu jegal saling adu  jagal di bawang tempurung lokal. Agama bumi saja sedemikiannya mengajarkan untuk tidak saling membenci sebagai bentuk politisasi SARA.

Akhirnya, biar tak bertele-tele olah katanya. Manusia politik merasa kewajiban terhadap pihak pemberi kursi, mengalahkan asas bela negara, dalil aku cinta bangsa. Merasa tidak akan mampu menjalankan kewajiban kepada negara secara total 24 jam.  Jika merasa  kurang  memiliki bekal ilmu dan nilai kebenaran politik. Betapa susahnya mencari kandidat RI-1 dan RI-2. Apalagi manusia politik bergelar negarawan. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar