Halaman

Selasa, 21 April 2020

semarak Ramadhan Islam (nusantara) 1441H di rumah saja


semarak Ramadhan Islam (nusantara) 1441H di rumah saja

Padahal dengan menulis ada aneka bentuk tanpa bentuk kesenyapan yang akan ditayangkan.

Awal niat. Dibutuhkan ilmu, walau bukan disiplin ilmu, untuk merangkaikan kata, tata kata. Bersin bukan rekayasa biologis diri saja ada adab, aturan main serta keindahan. Totalitas terbatas menjadi patokan dan sibuk, kreatif, produktif diri.

Hindari narasi, bentukan kalimat tulis maupun kalimat cap yang pemirsa lebih paham lebih awal ketimbang penulis. Simak sekilas, mampu menstimulus struktur daya imajinasi pemirsa yang haus baca. Merasakan ada sesuatu atau ini yang dicari. Minimal sebagai penyibak alam pikir yang bergerak tak beraturan.

Tengah perjalanan. Daftar kalimat untuk menujukkan derajat keilmuan, malah mendatangkan petaka. Tema apapun yang diolah, pakai bahan baku perkalimatan yang sama. Vermak, poles sana-sini agar tampak masih segar. Bahasa tutur dibongkar pasang menjadi bahasa tulis. Kedangkalan hati mendominasi nafsu serangan dini. Kalimat menyayat hati pemirsa, memancing emosi labil.

Cerdas akademis, ditambah pengalaman berkehidupan sebagai manusia seutuhnya, tersisa watak dasar jelang gelap tanah. Kebangkitan di sela reruntuhan masa lalu agar martabat bawah kaki tetap membara. Kian memperpanjang kalimat, kian bukti diri terbebani obsesi tanpa bentuk.

Jelang final. Kelamaan di kamar mandi mematut diri. Keseringan asyik di depan cermin tanpa maksud bercermin pada fakta diri. Perenungan berkepanjangan memasuki belahan jiwa yang acap terabaikan karena sibuk urusan dunia.

Gelaran non akademis mendongkrak rasa merasa mampu menjadi panutan maya, idola semu pihak tertentu. Jurus andalan berupa mantera kata, kalimat pemanggil sukma alam lain. Disangkanya dalil religius berkeyakinan. Katak bisa berlagu menyambut keramahan alam. Lagak lagu manusia bergelaran merayap menunggu keramahan, kemurahan padahal di rumah saja. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar