semarak Ramadhan Islam
(nusantara) 1441H di rumah saja
Padahal dengan menulis ada aneka bentuk tanpa
bentuk kesenyapan yang akan ditayangkan.
Awal niat. Dibutuhkan ilmu, walau bukan disiplin
ilmu, untuk merangkaikan kata, tata kata. Bersin bukan rekayasa biologis diri saja
ada adab, aturan main serta keindahan. Totalitas terbatas menjadi patokan dan
sibuk, kreatif, produktif diri.
Hindari narasi, bentukan kalimat tulis maupun
kalimat cap yang pemirsa lebih paham lebih awal ketimbang penulis. Simak sekilas,
mampu menstimulus struktur daya imajinasi pemirsa yang haus baca. Merasakan ada
sesuatu atau ini yang dicari. Minimal sebagai penyibak alam pikir yang bergerak
tak beraturan.
Tengah perjalanan. Daftar kalimat untuk menujukkan
derajat keilmuan, malah mendatangkan petaka. Tema apapun yang diolah, pakai
bahan baku perkalimatan yang sama. Vermak, poles sana-sini agar tampak masih
segar. Bahasa tutur dibongkar pasang menjadi bahasa tulis. Kedangkalan hati
mendominasi nafsu serangan dini. Kalimat menyayat hati pemirsa, memancing emosi
labil.
Cerdas akademis, ditambah pengalaman berkehidupan
sebagai manusia seutuhnya, tersisa watak dasar jelang gelap tanah. Kebangkitan di
sela reruntuhan masa lalu agar martabat bawah kaki tetap membara. Kian memperpanjang
kalimat, kian bukti diri terbebani obsesi tanpa bentuk.
Jelang final. Kelamaan di kamar mandi mematut diri.
Keseringan asyik di depan cermin tanpa maksud bercermin pada fakta diri. Perenungan
berkepanjangan memasuki belahan jiwa yang acap terabaikan karena sibuk urusan
dunia.
Gelaran non akademis mendongkrak rasa merasa mampu
menjadi panutan maya, idola semu pihak tertentu. Jurus andalan berupa mantera
kata, kalimat pemanggil sukma alam lain. Disangkanya dalil religius
berkeyakinan. Katak bisa berlagu menyambut keramahan alam. Lagak lagu manusia
bergelaran merayap menunggu keramahan, kemurahan padahal di rumah saja. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar