ada harga ada kursi
Bermula
dari adagium (bahasa) Jawa “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné”.
Secara umum ruang gerak manusia politik semangkin terstruktur dan sesuai
skenario berlapis besutan manusia ekonomi. Terjadilah “panguwasa mbélani lan
utawa mbalèni kursiné”.
Politik
negara tak identik dengan wujud persatuan, kesatuan dan keutuhan politik
nasional. Negara multipartai bukti aliran kepercayaan menjadi basis pemikiran
politik. Petugas politik klas lokal – macam bahkan peserta pilkades – sampai
perpanjangan tangan skenario global, seolah sama hak untuk laik laga di pesta
demokrasi.
Tak
layak diperdebatkan bahwasanya defacto cengkeraman eksistensi dan
hegemoni manusia ekonomi lah yang menentukan nasib bangsa dan negara. Fakta
seberang lain, pragmatisme menjadi motivasi utama multipartai. Pasang surut keterpilahan
keterpilihan partai politik bukti kasat mata keterhilangan makna plus minggirnya
legitimasi, eksistensi dan kepercayaan publik.
Besaran,
sebaran golongan putih menandakan kecerdasan pengguna hak politik sampai
pemahaman jangan ikut-ikutan atau menjadi bagian kecil penggerak bencana
politik. Anak bangsa pribumi memang rawan, rentan, riskan perubahan iklim
global, anomali cuaca lokal. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar