Halaman

Sabtu, 25 April 2020

ada harga ada kursi


ada harga ada kursi

Bermula dari adagium (bahasa) Jawa “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné”. Secara umum ruang gerak manusia politik semangkin terstruktur dan sesuai skenario berlapis besutan manusia ekonomi. Terjadilah “panguwasa mbélani lan utawa mbalèni kursiné”.

Politik negara tak identik dengan wujud persatuan, kesatuan dan keutuhan politik nasional. Negara multipartai bukti aliran kepercayaan menjadi basis pemikiran politik. Petugas politik klas lokal – macam bahkan peserta pilkades – sampai perpanjangan tangan skenario global, seolah sama hak untuk laik laga di pesta demokrasi.

Tak layak diperdebatkan bahwasanya defacto cengkeraman eksistensi dan hegemoni manusia ekonomi lah yang menentukan nasib bangsa dan negara. Fakta seberang lain, pragmatisme menjadi motivasi utama multipartai. Pasang surut keterpilahan keterpilihan partai politik bukti kasat mata keterhilangan makna plus minggirnya legitimasi, eksistensi dan kepercayaan publik.

Besaran, sebaran golongan putih menandakan kecerdasan pengguna hak politik sampai pemahaman jangan ikut-ikutan atau menjadi bagian kecil penggerak bencana politik. Anak bangsa pribumi memang rawan, rentan, riskan perubahan iklim global, anomali cuaca lokal. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar