dilema generasi bebas
hambatan, ekspresi wajah vs bahasa tubuh
Akankah karena antara ideologi dengan idiot-logi,
beda tipis, sama kasta. Adalah 9 Desember 2019, pernah kutayangkan judul olah
kata “servis politik plus-minus, bahasa tubuh vs ekspresi wajah”. Bukan kebetulan
semalam, iseng ikuti kasus Covid-19. Siapa duga ada siaran langsung karena ada
asumsi wam, awal, asal yaitu Covid-19 macam codot, kelelawar atau kampret. Binatang
malam. Pemerintah malam hari.
Di stasiun TV siapa ada bunyi nyinyir tapi bukan
pariwara, iklan. Singkat kata pakai wajah mirip manusia. Mirip banci atau
waria. Topik bunyi pengantar gambar tak jauh-jauh dari rambut. Tergantung di mana
mau tumbuh di area kepala ybs. Sudut gambar tampilkan nilai plus saja. Komen promo
malah meyakinkan pemirsa ada otak udang di balik kepala batu.
Tanpa pola banding, tanding, sanding dengan kepala
pihak kamar sebelah. Jelas karakter polesan, tempelan, sepuhan. Kendati masih karoseri
dan komponen lokal. Kalau vermak, operasi plastik sebatas wajar komersial. Kepalanya
saja begitu, maka bentuk badan, postur, struktur tubuh secara anatomis tak beda
jauh.
Tanpa disebutkan sebagai pemakan segala. Ybs pernah
diet agar tetap awet gaya. Status kemanusiaannya, menjadi percontohan generasi
tanpa sebutan. Mirip ujar bang haji “yang haram saja susah didapat, apalagi yang
halal”. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar