dilema protokol
kemanusiaan, patuh karena butuh vs taat karena niat
Kendati pakai istilah ‘kemanusiaan’ tak otomatis masuk ranah serba manusia.
Bebas ranah atas ketertarikan masing-masing pihak yang merasa masih manusia.
Menjadi manusia banyak aturan. Rambu-rambu berbasis simbol universal kian
membuktikan bahwa manusia buta aturan main. Maunya serba bebas tanpa aturan.
Terlebih saat sibuk dengan kegiatan menyendiri, mandiri tanpa interaksi dengan
pihak mana pun.
Saking maju dan laju peradaban melampaui ketahanan manusianya. Mau teguk
air, manfaatkan aplikasi antar minuman ongkir gratis. Sambil menunggu rasa haus
menumpuk. Padahal, kaki tinggal melangkah untuk ambil air di gelas pribadi.
Pakai keringat sendiri, ke warung terdekat yang masih buka, beli air putih
kemasan. Nalar ekonomis, mau bantu usaha keluarga sadar, kelompok usaha kecil
bidang perairan.
Terjadilah budaya, pangsa pasar, ceruk bisnis yang sekiranya untung bersih
serupiah tadi order meriah-ruah, tak pernah sepi. Praktik dan sigap 24 jam. Narasi
kian menjauh dari substansi judul. Letak seni berolah kata. Tanpa pemahaman
tapi memahami situasi yang sedang menjalar. Duduk manis saja bisa dikenai pasal
mau berbuat ribut. Melakukan persekongkolan atas nasib yang sama. Mufakat
menjala di air keruh. Padahal, sudah terbukti memperkeruh suasana dengan alat
ujung jari. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar