Halaman

Selasa, 11 Mei 2021

olah rasa kebatinan mbokdé mukiyo, dudu akal-akalan kebatilan

olah rasa kebatinan mbokdé mukiyo, dudu akal-akalan kebatilan

 Kendati fakta bicara. Namun posisinya selaku pemula jelas kalah kelas. Sistem hierarkhis martabat peranakan bangsa bumiputra. Nyaris sulit luntur walau kemasan sudah babak belur. Makanya bibit padi, dua kali tanam sudah anjlok unggulnya. Beda dengan manusia merasa pilihan, berkat nama luhur orang tuanya. Tidak serta merta terwariskan. Dikarenakan daya tampung sang anak sebatas untuk jarak dekat.

 Hidup di bawah bayang-bayang kejayaan masa lalu menjadikannya lupa kewajiban untuk dan atau di masa depan. Apalagi jika standar keilmuan formal masih di bawah standar. Jam terbang ajar plus didik yang langsung berguru ke sang maestro, bukan jaminan layak laga bebas di panggung bebas cegatan. Jurus tari gemulai jika ditekuni bisa menjadi jurus sentuhan maut.

 Maslahnya jari lentik kaum tulang lunak, diabdikan total kopral selaku pendengung, pendenging, pendengki yang dipelihara hidup-hidup oleh negara. Menjadi andalan penjaga martabat penguasa. Sigap bacok ke bawah, siap libas ke samping, sedia sodok ke atas. Alat bernegara masuk jajaran. 

Antara 19:45 hingga sampai 20:24 waktu lokal nusantara menjadi penentu nasib dan peruntungan bangsa dan negara sampai akhir dunia. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar