Halaman

Rabu, 26 Mei 2021

méntal inférior bukan modal di laga kandang

méntal inférior bukan modal di laga kandang

. Kenyataannya memang demikian dan sedemikian nyata. Anak bau kencur yang akrab tangan dengan gawai, tidak sekedar tahu. Mendapat bahan ajar dan material didik, betapa wong cilik ancik-ancik pancikan dingklik. Usaha nyata agar kelihatan jati diri, eksistensi maupun siapa diri ini. Namanya ikhtiar.

 Kenyataan lain justru yang bunyi nyata. Maunya serba mau dan keturutan. Dukungan dan fasilitas lingkungan internal menjadikan sang diri tidak sempat mawas diri, berkaca. Tahunya, tahu-tahu semua tersedia di depan jidat hingga sampai pada sigap di depan lutut. Tak kurang barisan antrian siap 24 jam di depan mulut. Mau apa lagi.

 Beda tipis dengan sistem pelayanan special bagi kawanan manusia berkebutuhan khusus. Penyakit masyarakat dengan bakat tunalaras, menjadi anak emas. Tapi bukan anak mama. Mamanya saja begitu dan bisanya cuma sebegitu. Klop anak cucu pewaris serakh dunia. Maksudnya, dunia harus menghidupinya.

 Logika awam petani, olah tanah sawah, tanah dibolak-balik agar subur. Dikucuri kucuran keringat diri mandiri bak pupuk alami. Turun tanah sebelum terang tanah. Hanya berharap panen tidak gagal, salah musim. Beda dengan pihak yang dimaksud. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar