Halaman

Kamis, 27 Mei 2021

rakyat pepak-pepaking demokrasi, malah ngrusuhi

rakyat pepak-pepaking demokrasi, malah ngrusuhi

. Pihak tertentu, dengan profesionalitas kebangsaan, menemukan fakta nyaris rata bahwa tindak laku rakyat masuk kategori ngendasi-endasi. Tanpa kata plus ekspresi wajah lugu memberi pratanda ada tanda-tanda zaman sarat makna. Wakil rakyat punya daya tafsir formal bernegara. Sejauh tidak berindikasi anti stabilitas politik multipartai, dianggap ada yang iseng.

 Sejarah nusantara yng dicetak dengan tinta hitam. Tersirat pola karier, raihan sejahtera dunia plus keluarga terjamin, akibat bersih lingkungan. Bebas tapak kaki rakyat yang sibuk kais rezeki harian. Strata tertentu butuh rakyat hanya jangan sampai golput. Asas one man one vote menentukan biaya politik. Kian disimak memang kebutuhan rakyat tidak bisa diselesaikn secara adat politik.

 Selama pihak yang mengatasnamakan rakyat, masih doyan kursi konstitusi, penyuka nikmat dunia tujuh turunan. Maka senantiasa degradasi budaya politik luhur menjadi menu tak tertulis. Rakyat wajib ikuti kebijakan pemerintah. Bukan sebaliknya, penguasa peduli apa kata rakyat. Tentu, alinea pembuka, sebut “tanpa kata”. 

Kalau rakyat berkata, sesuai kamus dan bahasa politik, disebut “ngarani”. Tabu dan ora ilok bagi manusia Jawa. Urip sepisan gur isa sendiko nyadong dawuh. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar