Halaman

Minggu, 11 April 2021

nénék moyangku seorang pelaut, bukan petugas partai

 nénék moyangku seorang pelaut, bukan petugas partai

 Sejarah nusantara punya bukti otentik. Benar banyak, cek judul olah kata “ora kuat derajat vs ora doyan kursi”, status 10/29/2019 6:05 AM.

 Relasi sosiologis kekerabatan antar anak bangsa pribumi nusantara. Adab bertetangga masuk bagian utama ajaran agama. Tiap hari bersua, jumpa di jalan yang sama atau liwat depan rumahnya. Pelintas depan rumah kita. Makanya ada nuansa bermasyarakat: rukun tetangga. Eksistensi RT diatur oleh peraturan perundang-undangan. Adab bertetangga berbasis guyub rukun, tepo sliro, gotong royong.

 Meningkat pada pihak yang merasa mampu mengelola RT nasional, mengurus bangsa, memainkan peran penylengara negara. Bukan dirintis dari bawah, merangkk dari papan bawah. Merasa bisa asal diberi surat kuasa. Namanya pemilihan umum, tak akan lepas dari modus rekayasa, manipulasi, kolaborasi semu. Makna negara berkembang, siapa pun bisa dikembangkan. Mau jadi apa asal kuat syarat.

 “doyan kursiné ora doyan dosané”, status 7/4/2020 5:51 AM.

 Sistem karier politik liwat pabrik partai politik maupun aruh salah guna kuasa, pelampau batas wewenang, terbukti manjur memjungkirbalikkan tatanan birokrasi. Jiwa korps alat negara tak luput dari carut marut sistem angkatan akademis (ada sebutan khusus, sengaja tak ikut-ikutan sebut).

 Dosa berlapis politik nusantara lainnya, adalah bisa menjadikan siapa saja menjadi apa saja. Daya dongkrak sekaligus daya depak, daya dupak plus daya libas bertebang pilih. Bahasa politik dan hukum politik mendominasi tata negara dan adab berpemerintahan. Adagium bahasa wong Jawa “asu mbalèni piringé vs panguwasa mbélani kursiné” memang dinamis, bisa tukar nasib. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar