Halaman

Kamis, 29 April 2021

krisis kritis + kritik vs kriminalisasi

 krisis kritis + kritik vs kriminalisasi

 Praktek kriminalisasi varian, subversi nusantara. Bukti empiris, menerus bahwa hukum menjadi alat penguasa. Lebih daripada itu, proses legislasi merupakan kompromi multipihak. Mengakomodir kepentingan internasional termasuk lembaga keuangan global. Terima pasal pesanan, pesan jadi, lelang pasal, titipan bahkan ombyokan, glondongan. Itu karena negara berdasarkan hukum.

 Tak perlu pakai heran atau ingat dengan asas “ojo gumunan”. Memangnya hukum menjadi urusan yang berwajib, berwenang saja. Padahal hukum di tangan ahlinya, menjadi alat serba komersial. Efektivitas bagaimanan proses usulan sampai penetapan. Format berkemanfaatan untuk satu periode sekaligus jalur pengaman jika ganti warna politik.

 Tak perlu pakai ramuan heran versi awam, jika kawanan politisi sipil merasa lebih aman, nyaman terjebak OTT KPK. Terlebih jika alat negara yang merasa pengayom masyarakat. mereka pikir, bisa “nyanyi” jika terpaksa berhdapan dengan hamba hukum. Minimal partai politik pengusung akan operasi senyap. Termasuk “melenyapkan” tersangka agar tidak menjadi “penyanyi”. 

Jadi, ternyata pihak penguasa takut bayang-bayang sendiri. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar