Halaman

Minggu, 04 April 2021

gengsi lesehan vs doyan kursi

gengsi lesehan vs doyan kursi

 Generasi tanpa pakem, bebas umbar cangkem. Tangan diri tidak terlatih mendidihkan air mentah. Apalagi paham bagaimana sampai terwujud air layak minum. Kepemahaman sejak dini bagaimana metode agar pihak lain mendidih nuraninya. Minimal bagaimana bangsa ini duduk kepanasan. Reaksi spontan bak cacing kepanasan. Tertimpa abu gosok.

 Maka daripada itu, penguasa lewat kendaraan politik keluarga, sigap diri tebar tabur fitnah dunia. Modal nyaman bersih diri dari keringat pribadi. Tahunya, tahu-tahu langsung di puncak tangga. Karier bisa dipercepat, dikarbit, tidak mulai dari nol. Mirip pesohor panggung pelipur duka lara. Kapan nikahnya. Tahu-tahu kabar gugat cerai berai.

 Tengok longok judul olah kata “komoditas tahun politik, harga cabai vs harga kursi”, status 1/5/2018 10:32 PM. Segitiga setan : harta, takhta, jelita. Menjadikan anak bangsa, putera puteri asli daerah, pribumi, sanggup melakukan apa saja untuk meraihnya, menadahnya atau saling berebut bak lomba panjat pinang. Modus, rekayasa sampai pasal konstitusional hasil kolaborasi, kolusi, koalisi, kompromi, kong kaling kong antara penguasa nusantara dan pengusaha global menjadi daya dorong kebatinan. 

Bukan KLB (kejadian luar biasa) maupun adanya perkara biasa diluar kejadian. Jelasnya, presiden kelima RI periode 23 Juli 2001–20 Okrober 2004 dan sekaligus  wapres kedelapan RI periode 20 Oktober 1999–23 Juli 2001, menyandang nama besar Proklamator, presiden pertama RI. Ideologi tak ada matinya. Syahwat, saraf perpolitikan tak akan terkubur bersama orangnya. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar