harapan hidup dan harga diri bangsa pasca
Generasi medsos sebagai pemilih pemula pada pemilu pertama di era reformasi, 1999, sudah kian melek politik. Beda garis tangan dengan pemilih pemula pada pesta demokrasi 2004, 2009, 2014 dan 2019. Jelasnya, semakin melek politik berbanding terbalik dengan kematangan jiwa politik. Agaknya, antar generasi medsos dibiarkan tarung bebas. Sedikit dikasih umpan kata, langsung digoreng. Menjadi senjata untuk membodohi diri sendiri. Buat menistakan diri dan bangga.
Merasa penting menjadi bagian kepentingn pihak lain. Daya kolaborasi, mental kerjasama mengarah perwujudan mensikronisasikan diri dengan pihak mana saja. Demi mencapai cita-cita politik. Mengandalkan mesin politik lokal, boros biaya politik. Mengundang tamu tak diundang.
Selama manusia dan atau wong nusantara butuh atribut dunia, pernak-pernik status statis dunia, terlebih penikmat kursi konstitusional. Macam sekelas petugas partai menjadi gambar nyata betapa. Jangan lupa, tata krama politik lokal nusantara menyeimbangkan urip lan saknjabane urip atau urip sakwise urip.
Réligiusitas seseorang yang menjadi
sisi lain tradisi derajat keilmuan. Meyakini setelah kehidupan sementara di
dunia. Sejak dalam kandungan sudah diperkenalkan dengan rintisan jalan kembali
ke Sang Maha Pencipta. Langkah kaki sejalan edaran waktu. Meraih masa depan
yang akan menjadi hak kita. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar