petugas partai vs
nusantara sakura
Sekedar pelengkap sejarah bernegara. Melebihi semboyan “atas kehendak rakyat” dan atau “atas petunjuk bapak presiden” atau malah kian
terpuruk. Tentu sama-sama terjebak pada situasi dan kondisi yang sama, yaitu ‘buruk’.
Buruk politik, golput akan dipidana. Bagian nyata dari
pasal ‘Indonesia, buruk politik rakyat dibelah’.
Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Sebutan ‘Presiden’ atau kepala negara, kepala
pemerintahan bukan menunjuk person. Lebih ke arah lembaga.
Makar ringan atau penistaan atas lembaga negara atau
sebutan lainnya, jika dengan sadar diri memberikan stigma, konotasi, nilai, cap
atau sebutan tertentu. Tujuannya jelas untuk merendahkan martabat bangsa dan
negara. Kian parah, sekaligus mengangkat derajat diri. Menganggap dirinya jauh
di atas rata-rata nasional. Tepatnya sebagai presiden senior atau RI-0,5.
Akan tetapi mengingat, oknum pemberi sebutan ‘petugas
partai’ secara medis, jiwa maupun kebatinan, ternyata masuk kategori Orang
Dengan Masalah Kejiwaan dan atau Orang Dengan Gangguan Jiwa. Tidak bisa dikenai
sanksi apapun. Apalagi sanksi moral, sanksi sosial.
Dianjurkan agar rakyat berkirim doa buat ybs.
Rangkaian alenia di atas, baru satu pihak. Sebagai pengantar,
pembuka, pemanas. Pihak pelengkap atau pasangannya tentang apa itu lema ‘sakura’.
Ada yang suka dengan istilah ‘sakumé’. Mirip lagu picisan ‘salomé’ dan atau ‘sabamé’.
Maksud politis, ‘satu kursi ramai-ramai’. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar