olah nalar politiké pribumi nusantara
landep dengkulé
Éééé kepribén mbokdé mukiyo, tiwas dandan. Pancén nyata lan ceta wela-wela.
Modal dengkul reputasi, prestasi
politisi sipil sebagai orang pribumi pesohor daerah khusus kelahiran, membuat akal oknum ketum sebuah parpol klas
lokal yakin ambis politik mulus tanpa hambatan. Apalagi dengan menempel nama
beken petugas partai. Sambil pandai-pandai membawa diri dengan aksi blusukan. Tak
lupa bagi-bagi bingkisan dan bungkusan.
Modus pencitraan
yang seolah agar tampak merakyat, merasa dekat dengan rakyat. Merasa bagian
utama rakyat. Akhirnya pribumi nusantara mengabaikan visi misi sang bakal
calon. Citra Rp lebih berdaya tarik. Tebar pesona diiringi wajah garang garing.
Status sosial
sebagai perpanjangan tangan pengusaha multinasional, kian menambah nyali diri. Dukungan
modal dan biaya politik dari investor politik global, merupakan modal pokok,
utama dalam politik lokal pasca reformasi
Disadari atau
tidak bahwa daya pengaruh paternalistik berpengaruh. Banyak kemudahan yang
didapat dari nama besar keluarga karena ada investasi sosial yang dilakukan
orang tua mereka yang mereka tidak tahu tetapi mereka turut menikmatinya.
Tanpa disadari
kekuatan paternalistik berpengaruh dan mengakar bak kanker politik dan benalu
pilitik. Modal awal, modal dasar sebagai pondasi penompang. Ada kemudahan dari
nama besar keluarga. Pewaris hanya berperan sebagai penumpang gratis, tanpa
keringat. Ada investasi sosial politik yang
dirintis, diwariskan orang tua yang kita tidak pahami.
Kandungan nilai
tradisional, emosional dan paternalistik membuat keluarga politik, dinasti
politik kian membara. Dinamika berkeyakinan pribumi nusantara, bak tata niaga,
hulu-hilir. Mulai yang fanatik dengan anismisme, dinamisme, kursiine sampai berlanjut
pola agama langit KTP, abangan, abal-abal, maupun tradisonal.
Wis kedadèn bola-bali. . . [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar