Halaman

Minggu, 30 Juni 2019

olah nalar politiké pribumi nusantara landep dengkulé


olah nalar politiké pribumi nusantara landep dengkulé

Éééé kepribén mbokdé mukiyo, tiwas dandan. Pancén nyata lan ceta wela-wela.

Modal dengkul reputasi, prestasi politisi sipil sebagai orang pribumi pesohor daerah khusus kelahiran,  membuat akal oknum ketum sebuah parpol klas lokal yakin ambis politik mulus tanpa hambatan. Apalagi dengan menempel nama beken petugas partai. Sambil pandai-pandai membawa diri dengan aksi blusukan. Tak lupa bagi-bagi bingkisan dan bungkusan.

Modus pencitraan yang seolah agar tampak merakyat, merasa dekat dengan rakyat. Merasa bagian utama rakyat. Akhirnya pribumi nusantara mengabaikan visi misi sang bakal calon. Citra Rp lebih berdaya tarik. Tebar pesona diiringi wajah garang garing.

Status sosial sebagai perpanjangan tangan pengusaha multinasional, kian menambah nyali diri. Dukungan modal dan biaya politik dari investor politik global, merupakan modal pokok, utama dalam politik lokal pasca reformasi

Disadari atau tidak bahwa daya pengaruh paternalistik berpengaruh. Banyak kemudahan yang didapat dari nama besar keluarga karena ada investasi sosial yang dilakukan orang tua mereka yang mereka tidak tahu tetapi mereka turut menikmatinya.

Tanpa disadari kekuatan paternalistik berpengaruh dan mengakar bak kanker politik dan benalu pilitik. Modal awal, modal dasar sebagai pondasi penompang. Ada kemudahan dari nama besar keluarga. Pewaris hanya berperan sebagai penumpang gratis, tanpa keringat.  Ada investasi sosial politik yang dirintis, diwariskan orang tua yang kita tidak pahami.

Kandungan nilai tradisional, emosional dan paternalistik membuat keluarga politik, dinasti politik kian membara. Dinamika berkeyakinan pribumi nusantara, bak tata niaga, hulu-hilir. Mulai yang fanatik dengan anismisme, dinamisme, kursiine sampai berlanjut pola agama langit KTP, abangan, abal-abal, maupun tradisonal.

Wis kedadèn bola-bali. . .  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar