“semakin banyak mulut, semakin nyenyak perut”
Judul jauh dari peribahasa, walau kaya makna. Untuk menjelaskan suasana kebatinan
pasca pemilu serentak 17 April 2019. Refeleksi, kilas balik maupun mewakili kondisi
faktual dalam realitas bermasyarakat, berbangsa, bernegara di bumi Pancasila.
Aspek martabat sebagai makhluk sosial, judul bertolak belakang dengan aneka
jenis olok-olok politik. Tak memenuhi syarat adminstrasi untuk berpartipasi
pada acara, agenda, atraksi media ganda propaganda, aksi provokasi dan sensasi
promosi penguasa.
Padahal, syahwat politik nusantara termasuk mengurus urusan bawah perut. Tambah
runyam. Bersyukur, sebagai pengolah kata, tak berada di jalur dimaksud. Apalagi
punya ilmu urai fakta pesanan.
Oplosan semboyan “jas merah”, menjadi “jangan sekali-kali
memanipulasi sejarah”. Demi wibawa
negara, nama baik petugas partai 2014-2019 maka penguasa akan mengkanibal,
mengoplos aksi “teror kontra teror”. Ditunjang kalangan yang memang disiapkan
untuk operasi dimaksud.
Isu sensitif di Indonesia, karena kelamaan digoreng, malah membikin alergi
si pengganda isu atau si penebar dan atau si penabur berita bohong, kabar fasik
yang ditayangkan berulang. Satu fakta dengan aneka isu. Tiap tayangan selalu
berubah tanpa konfirmasi.
Selain berinvestasi dalam olok-olok politik dan kemitraan operasi senyap olok-olok politik di Indonesia. Media asing
berbayar atau pihak ketiga, sigap memerahkan sang Merah-Putih. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar