Halaman

Senin, 17 Juni 2019

alokasi resiko vs tindakan kepolisian


alokasi resiko vs tindakan kepolisian

Dua frasa judul, terasa memang kapan ketemunya. Manajemen resiko menjadikan praktik alokasi resiko sesuai kesepakatan. Terutama kepada pihak yang paling mampu mengendalikan risiko.  Unik dan antiknya, alokasi risiko harus dibuktikan dengan ikatan moral tertulis.

Jika ada kejadian atau tindakan yang mengandung resiko, khususnya yang dapat membahayakan keamanan umum wajib memiliki Surat Izan (Surat Izin adalah pemyataan tertulis dari pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia).

Kendati sudah mengantongi Surat Izin, belum berarti bebas dari jangkauan, sasaran tindakan kepolisian. Khususnya jika pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Simak PP RI 60 2017, yang dimaksud dengan “tindakan kepolisian" adalah upaya paksa dan/atau tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya ketentraman masyarakat.

Tidak perlu kuatir, ternyata pedoman teknis pengawasan dan tindakan kepolisian pada kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya diatur dengan peraturan Kapolri.

Biasanya jika dengan lema ‘alokasi’ terkait dengan dana, anggaran.

Wajar bin nalar, jika  polisi sibuk mengawal penggunaan Surat Izin. Di sisi lain, bukti rekaman “pemufakatan jahat” yang disiapkan pleh pihak tertentu, lapor polisi. Serta merta polisi sigap main tindak.

Polisi hadir mendadak ketika ada pelanggaran rambu-rambu lalu lintas. Bertindak tegas tanpa kompromi. Karena alokasi anggaran untuk mendukung ‘tindakan kepolisan’ bisa hangus jika tak dipakai. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar