Halaman

Jumat, 07 Juni 2019

keadilan sosial, menu rakyat vs komoditas politik


keadilan sosial, menu rakyat vs komoditas politik

Sudah watak anak bangsa pribumi nusantara, sejak dahulu kala. Memberlakukan sifat sosial sebagai menu harian. Dipraktikkan tanpa rumusan formal apalagi dalil politik. Norma sosial menjadikan manusia sipil, manusia sosial berlaku hati-hati. Jangan sampai menyinggung perasaan liyan.

Modal sosial berupa budi pekerti, tata krama, guyub rukun, gotong royong, adab bertetangga menjadi hukum tak tertulis. Adat ramah lingkungan dengan aneka cara dan acara. Laju kehidupan sosial, dalam kondisi tertentu akan  menyesuaikan dengan tuntutan dan tantangan zaman.

Bentang geografis nusantara, menjadikan sistem sosial sedemikan majemuk, rumit dan serba saling. Arus globalisasi dikhawatirkan mempengaruhi perkembangan dan perubahan sosial masyarakat lokal. Gempuran budaya global, yang melenggang bebas masuk tanpa sensor, tanpa filter, tanpa karantina. Sejalan laju waktu akan menggerus nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.

Realitas kehidupan bermasyarakat merupakan realitas sosial masa kini ataupun realitas yang berbasis rangkaian peristiwa sejarah.

Kata ahli berdasarkan asumsi cepat. Terungkap nyata  bahwa egalitarianisme atau bentuk lain persamaan hak, berlaku pada beberapa aspek kehidupan, antara lain politik, ekonomi, sosial, hukum. Sehingga kekerasan diskriminatif atas nama perbedaan tidak lagi marak di masyarakat Indonesia.

Ironis binti miris, terjadi kekerasan fisik, intimidasi hukum atas nama beda pilihan politik, hanya akan merusak persatuan Indonesia dari dalam.

Nyaris arah olah kata agak melenceng. Keadilan sosial menurut bahasa politik dan kamus politik adalah “semakin banyak mulut, semakin nyenyak perut”.  Dimaknai,  kian berjubel parpol mengurus negara, semakin banyak pihak yang merasa berhak sejahtera.

Namanya politik. Kasta manusia politik sebagai alat untuk mendongkrak martabat. Masuk kasta superior. Apalagi jika masih aktif sebagai penyelenggara negara. Negara menjadi hak milik. Negara mau dikapling-kapling, disewajualkan, dikonversikan atau sebagai kompensasi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar