krisis tokoh nasional vs surplus tokoh bayaran
Mengapa ééé mengapa, pengusaha multinasional, pemodal semi global,
kapitalis sempalan penjajah bangsa barat, mendirikan sebuah partai politik. Apa
kurang kerjaan.
Karena ééé karena, lebih dari setengah dari pimpinan parpol di daerah
adalah pengusaha. Juga bukan. Sudah mendirikan parpol boneka, malah pilih jalur
lambat. Oknum ketua umum di tanah kelahirannya, kadar tenar kalah dengan ‘nama
cemar’-nya. Ketahuan modalnya, hanya mengandalkan nama besar petugas partai. Tampang
garang dengan suara berhiba-hiba.
Kader parpol di tingkat nasional pun, terbatas hanya itu-itu saja. Apalagi sampai
tingkat daerah, khususnya kabupaten/kota. Elite lokal yang menentukan siapa
akan jadi apa di pilkada serentak. Kian menunjukkan taring dan cengkeraman.
Bicara soal daya cengkeram. 2019-2024 puncak, klimaks daya cengkeram sang
naga merah.
Indonesia kian siaga 24 jam. Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak dapat
jabatan, makar pun jadi. Siapa punya gelar pasukan, kuasai kunci gudang senjata
dan mobilitas tinggi sampai pucuk gunung. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar