Halaman

Sabtu, 22 Juni 2019

kursi ora kenal konco


kursi ora kenal konco

Program reforma agraria atau pembaruan agraria,  dengan fokus redistribusi lahan pada buruh tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem yang memiliki lahan kurang dari 0,3 hektar. Kesadaran petani dimaksud tadi akan hakikat demokrasi, politik, konstitusi mengerucut. Artinya, jika lihat rambu-rambu berlogo kursi. Paham bahwa di situ bercokol ‘petani berdasi’.

Padahal, mata rantai, birokrasi huku ke hilir, tata niaga perpadian menjadi subyek kebijakan partai liwat tangan petugas partai. Suara petani, agaknya mudah ditentukan ‘HET’-nya. Model KUHP alias Kasih Utangan Habis Perkara. Sepertinya dibagi modal ( baca, secara politis distribusi sertifikat tanah sampai bagi gratis traktor tangan banpres) agar mau menunjang terwujudnya swasembada beras.

Paguyuban petani tak kalah panjang rangkaiannya. Paling tenar yang berurusan dan bermain air. Sentimen petani terhadap zonasi negara agraria lebih ditekankan pada asas bela negara. Tugas mulia petani adalah memasok padi ke pihak tertentu.

Petani tak boleh tahu bahwasanya ‘kursi’ adalah lambang kekuasaan pengatur negara. Di atas tuan tanah, juragan beras, tengkulak dan mata pencaharian lainnya, masih ada orang kuat. ‘Kursi’ identik dengan musuh rakyat bilamana ada pihak yang mengatasnamakan rakyat.

Rakyat yang mana yang tak paham telah dijadikan taruhan untuk merebut, meraih ‘kursi’ secara konsititusional. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar