kursi ora kenal konco
Program reforma agraria atau pembaruan agraria, dengan fokus redistribusi lahan pada buruh
tani yang tidak memiliki lahan dan petani gurem yang memiliki lahan kurang dari
0,3 hektar. Kesadaran petani dimaksud tadi akan hakikat demokrasi, politik,
konstitusi mengerucut. Artinya, jika lihat rambu-rambu berlogo kursi. Paham
bahwa di situ bercokol ‘petani berdasi’.
Padahal, mata rantai, birokrasi huku ke hilir, tata niaga perpadian menjadi
subyek kebijakan partai liwat tangan petugas partai. Suara petani, agaknya
mudah ditentukan ‘HET’-nya. Model KUHP alias Kasih Utangan Habis Perkara.
Sepertinya dibagi modal ( baca, secara politis distribusi sertifikat tanah
sampai bagi gratis traktor tangan banpres) agar mau menunjang terwujudnya swasembada
beras.
Paguyuban petani tak kalah panjang rangkaiannya. Paling tenar yang
berurusan dan bermain air. Sentimen petani terhadap zonasi negara agraria lebih
ditekankan pada asas bela negara. Tugas mulia petani adalah memasok padi ke
pihak tertentu.
Petani tak boleh tahu bahwasanya ‘kursi’ adalah lambang kekuasaan pengatur
negara. Di atas tuan tanah, juragan beras, tengkulak dan mata pencaharian
lainnya, masih ada orang kuat. ‘Kursi’ identik dengan musuh rakyat bilamana ada
pihak yang mengatasnamakan rakyat.
Rakyat yang mana yang tak paham telah dijadikan taruhan untuk merebut,
meraih ‘kursi’ secara konsititusional. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar