Memahami Diplomasi Alam
Sistem peringatan dini, yang tercanggihpun, sulit mendeteksi bencana alam.
Padahal, binatang dan tanaman mampu membaca bahasa dan pratanda alam. Kehidupan
manusia seolah kian jauh dengan sentuhan alam.
Demi menjaga kesehatan kulit, khususnya kulit seluas wajah, kaum hawa
seperti alergi terpapar langsung sinar matahari. Salon kecantikan, diet uber
tampilan, senam kebugaran untuk menjaga stabiltas status.
Setiap orang suka mendapat kebaikan, menerima kebaikan hati orang lain. Nyaman
dengan ramahnya alam. Namun tak setiap manusia gemar berbuat baik. Apalagi hobi
melestarikan alam. Merasa alam, tanah-air
wajib mengayomi penghuni bumi.
Kalau sudah bicara kebijakan tanah-air. Tidak bisa berimproviasi. Ujar
bebas tanpa ilmu. Apalagi tak secuwilpun mamahami wasasan nusantara, bela
negara, ibu pertiwi memanggil. Bahwasanya, semangat kebangsaan mengawali munculnya rasa cinta tanah air. Menjaga stabilitas
wibawa negara.
Sila-sila Pancasila merupakan bahan galian menu harian rakyat. Daya lokal
atau akar rumput, bukan obyek kebijakan. Simak kearifan geografis (geographic wisdom), yaitu
kearifan lokal yang terakumulasi menjadi potensi dan daya lokal. Ikatan moral
menjadi pemersatu rasa dan pembangkit sinergitas. Upaya masyarakat yang
bertimbal balik dengan teritorial.
Daya beli, daya belanja masyarakat untuk memiliki rumah layak huni dengan
harga terjangkau. Secara teknis membuat optimalisasi tanah untuk bangunan dan
ruang terbuka hijau. Tipe rumah yang minimalis sebagai penyumbang curah hujan
untuk lanjut ke jaringan pematusan umum. Tanah tidak diolah untuk bersahabat
dengan air hujan.
Penghijauan berkat pemanfaatan pot atau bekas wadah untuk tanaman hias. Tanaman
buah sebagai peneduh. Membuat penguhuni sibuk menyapu jalan depan rumah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar