Halaman

Selasa, 11 Juni 2019

Memahami Diplomasi Alam


Memahami Diplomasi Alam

Sistem peringatan dini, yang tercanggihpun, sulit mendeteksi bencana alam. Padahal, binatang dan tanaman mampu membaca bahasa dan pratanda alam. Kehidupan manusia seolah kian jauh dengan sentuhan alam.

Demi menjaga kesehatan kulit, khususnya kulit seluas wajah, kaum hawa seperti alergi terpapar langsung sinar matahari. Salon kecantikan, diet uber tampilan, senam kebugaran untuk menjaga stabiltas status.

Setiap orang suka mendapat kebaikan, menerima kebaikan hati orang lain. Nyaman dengan ramahnya alam. Namun tak setiap manusia gemar berbuat baik. Apalagi hobi melestarikan alam. Merasa alam, tanah-air  wajib mengayomi penghuni bumi.

Kalau sudah bicara kebijakan tanah-air. Tidak bisa berimproviasi. Ujar bebas tanpa ilmu. Apalagi tak secuwilpun mamahami wasasan nusantara, bela negara, ibu pertiwi memanggil. Bahwasanya, semangat kebangsaan mengawali  munculnya rasa cinta tanah air. Menjaga stabilitas wibawa negara.

Sila-sila Pancasila merupakan bahan galian menu harian rakyat. Daya lokal atau akar rumput, bukan obyek kebijakan. Simak kearifan geografis (geographic wisdom), yaitu kearifan lokal yang terakumulasi menjadi potensi dan daya lokal. Ikatan moral menjadi pemersatu rasa dan pembangkit sinergitas. Upaya masyarakat yang bertimbal balik dengan teritorial.

Daya beli, daya belanja masyarakat untuk memiliki rumah layak huni dengan harga terjangkau. Secara teknis membuat optimalisasi tanah untuk bangunan dan ruang terbuka hijau. Tipe rumah yang minimalis sebagai penyumbang curah hujan untuk lanjut ke jaringan pematusan umum. Tanah tidak diolah untuk bersahabat dengan air hujan.

Penghijauan berkat pemanfaatan pot atau bekas wadah untuk tanaman hias. Tanaman buah sebagai peneduh. Membuat penguhuni sibuk menyapu jalan depan rumah. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar