peradaban politik nusantara, salah kaprah vs gagal paham
Kandungan bahasa dan sastra Jawa sarat pasal budi pekerti, tata krama, subhasila,
parikrama sehingga secara substansial, redaksional, normatif tidak disangsikan
lagi sebagai rujukan utama pendidik politik.
Praktik politik lokal atau seminasional, tak jauh dari urusan isu
kekuasaan. Kian jauh dari akar rumput, berbanding lurus dengan alergi
demokrasi, konstitusi, ideologi. ikhwal benar, baik, bagus ditentukan oleh raihan
suara terbanyak.
Tak perlu terheran-heran. Perjuangan sebuah partai politik bukan merupakan
fungsi kebutuhan rakyat. Karakter negara kepulauan, yang intensitas kadar
agraris, maritim serta rawan bencana alam menjadikan anak bangsa pribumi ramah
lingkungan.
Pemasaran, promosi industri politik nusantara, dikemas secara beradab. Penyakit politik menjadi
faktor utama penyebab industri politik menjadi primadona pengeruk devisa
Negara. Secara potensial seluruh aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara di semua lini dan tingkatan, bisa menjadi komoditas politik. Apalagi
gen syahwat politik bisa diwariskan.
Olok-olok politik sebagai efek domino bahwa penyakit politik tersebar
secara lokal menembus sekat moral, batas geografis, daya bahasa, perbedaan primordial,
statussosial. Menjadi biang pemanfaatan teknologi super canggih (digital
information technology) tanpa
etika. Bebas kode etik.
Aneka bukti linguistik kian sahih, karena secara formal ujaran olok-olok
politik dikomunikasikan oleh seorang petugas
partai. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar