makar vs memampukan RI-1 dan RI-2
Karena udang bungkuk, makanya
dapat meringkuk atau sembunyi di balik apa saja. Mampu beradaptasi,
bersinkronisasi dengan lingkungan. Cari aman atau cari muka. Beda jauh dengan
ihkwal undur-undur. Tidak dipakai sebagai lambang bentukan dadakan partai
politik.
Bukti ringan, nyali petugas
partai karena merasa nyaman di ketiak mbokdé mukiyo. Salah duga. Ybs lebih hepi
menjalankan skenario terselubung, konspirasi pengusaha politik multinasional,
semiglobal.
Cuplilkan pasal 104, KUHP: Makar
dengan maksud untuk meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden
memerintah.
Mungkin, dari bahasa,
sistematika dan hal teknis lainnya, penjelasan apa yang dimaksud dengan “meniadakan
kemampuan”, menjadi suka-suka, di bawah sarung sambil main jari tangan, harga
gelap.
Secara awam, pihak yang mampu,
berpotensi, berdaya gebrak tentu dari pihak penentu. Artinya, kawanan pengusul
nama pasangan capres dan cawapres secara politis. Berlaku di negara mana saja.
Bedanya, pada sistem
multipartai atau sebaliknya, yang lain.
Agar tidak bias. Fokus pada
hasil dan manfaat Perubahan Ketiga UUD NRI 1945. Menghasilkan:
Pasal 6
(1)
Calon
Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak
kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya
sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan
jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Cara membaca “serta mampu
secara rohani dan jasmani”, jangan dikaitkan dengan faktor “U”. Jangan bandingkan
dengan negara tetangga. Jangan tandingkan dengan presiden seumur hidup dari
negara paling bersahabat. Jangan sandingkan dengan kerajaan Alengkadireja.
Sentimen positif bahwa dengan
saling melengkapi, sinergitas RI-1 dengan RI-2. Siapa tahu tambah nyali
menghadapi lawan politik atau pihak penentu.
Nyaman kan. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar