Halaman

Sabtu, 08 Juni 2019

waspadai, lanjutan krisis bibit unggul pemimpin bangsa


waspadai, lanjutan krisis bibit unggul pemimpin bangsa

Praktik politik di nusantara, didominasi gaya politik abangan. Akibat kutukan politik ‘nasakom’ peninggalan Orde Lama. Diperkuat dengan modus pengusaha multinasional yang mampu menentukan platform politik penguasa tunggal Orde Baru, Soeharto dalam mengatur sirkulasi gerakan Islam.

Secara ideologis, kian melek politik anak bangsa pribumi nusantara, berbanding lurus dengan laju gagal paham. Sistem feodal mendasari praktik sebuah partai politik. Siapa penyandang gelar “panglima ekonomi”, akan menentukan nasib bangsa.

Reformasi  politik akan memacu dan memicu daya guna titik awal, dasar, pondasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan partai politik di akar rumput.  Tempat persemaian dan cikal bakal  bibit unggul. Melalui pemberian kepastian hak politik dan akses atas perpolitikan secara kolektif.

Hak politik selama ini hanya berupa menggunakan hak pilih pada saat pesta demokrasi.

Pemimpin itu dilahirkan dari sejarah. Dibangun dari akar rumput. Bukan dicetak di atas, tinggal butuh dukungan suara. Bukan model top down. Bukan model dukun tiban.

Agar tak keblusuk ke pemikiran tanpa perlu mikir. Simak “Menoleh ke Jangka Jayabaya dan Sastra”, fokus pada ujaran tersurat:
Polahé wong Jawi kadya gabah dén interi. Endi sing bener endi sing sejati. Poro topo ora wani podho wedi anularaké wewulang edhi margo salah-salah nemu pati.

Jadi, tunggu apalagi Bung! [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar