sekali Pancasila, sekali saja
Dulu bagaimana pun juga tetap dulu. Memang pernah ada ‘doeloe’. Dulu dan
sekarang hanya beda waktu. Beberapa detik yang liwat, sudah menjadi tadi, baru
saja maupun dulu. Dulu pernah ada pihak yang suka melakukan penekanan atas nama
Pancasila. Daya tekan, hanya bisa dilakukan dari atas. Sosok mahluk pelakunya
bernama negara. Zaman ‘Pancasila Sakti’. Negara sebagai institusi yang
beranggotakan rakyat dan atau predikat lain.
Itu dulu, beda dengan sekarang. Soal sekarang ini, jika ada pihak yang gemar
mengatasnamakan Pancasila. Bukan hanya sebagai penekanan secara vertikal. Pelakunya
tidak didominasi oleh negara. Mengatasnamakan negara, malah bertindak di luar
batas kewenangan. Menjurus ke tindak sewenang-wenang.
Nyaris lupa. Selain penekanan. Pihak yang dengan gagah, bangga berujur mengatasnamakan
Pancasila bebas sodok kanan sodok kiri; sepak depan depak belakang. Tebang pilih
sudah gaya ‘doeloe’. Sigap lakukan tebas habis. Babat habis sebelum tunas.
Wajar, zaman mégatéga kalau tak téga akan terlindas teman sekamar. Terlibas
teman sealiran. Terhempas sodokan teman sebangku.
Simak profil penduduk nusantara berdasarkan melek politik. Struktur piramida
penduduk sesuai status, strata, kasta dan memang bidang garap BPS. Sesuai logika
piramida. Lapisan bawah atau pondasi, sebagai struktur asal-usul, cikal bakal,
bahan galian sila-sila Pancasila. di-super impose, terbaca lema ‘rakyat’ dengan segala kategori,
embel-embel.
Meningkat ke lapis kedua, sudah
mulai tampak kesamaran Pancasila. Bayangan yang terbentuk, masih bisa diasumsikan
atau layak diduga sebagai bayangan Pancasila. Demikian seterusnya. Tengah piramida
kemungkinan terjadi pembengkakan. Bahkan, mulai lapis kedua langsung
menggelembung.
Apakah struktur piramida kepancasilaan anak bangsa pribumi nusantara akan
mengerucut atau malah bak kolom menjulang ke atas.
Puncak piramida sebagai simbol negara. Siap bongkar pasang. Tiap lima tahun
ada riwayat pergantian. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar